Senin, 09 Maret 2020

SEMESTA DIRI (BGN I)

BAGIAN PERTAMA

PENDAHULUAN





 

Lihatlah matahari ! ia mempunyai cahaya yang begitu kuat sehingga selain dapat menerangi dirinya, ia juga dapat menerangi sekitarnya. Setiap manusia dapat menjadi cahaya jika mengaktifkan seluruh potensinya
(Bambang Q-Anees)
Keberadaan alam semesta ini diciptakan oleh sang pencipta sebagai tempat persinggahan menuju tempat yang kekal abadi. Di Alam ini, Allah menciptakan berbagai macam hal, berbagai macam makhluk baik yang tak dapat diinderai (tak terlihat) maupun yang dapat diinderai (terlihat) termasuk salah satunya adalah penciptaan manusia. Berbicara tentang manusia adalah sesuatu hal yang sangat menarik, karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam arti tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai, selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia. Manusia merupakan makhluk yang paling menakjubkan, makhluk yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat terbuka, dan mempunyai potensi yang agung dan dalam ilmu geografi disebut dengan sumber daya manusia (SDM) yang berarti segala potensi dan kemampuan yang ada dalam diri manusia yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan dan kelangsungan hidup manusia.
Kelebihan dan kemulian manusia, terkait dengan standar ilmiah penciptaan manusia, baik fisik maupun nonfisik seperti akal dan hati, tanpa kehilangan syahwat dan nafsu hewaninya. Kelebihan-kelebihan yang Allah berikan kepada manusia itu secara sempurna, berbeda atas makhluk-makhluk lainnya yang tidak diberikan kelebihan secara utuh. Firman Allah swt dalam QS. Al-Isrâ [17]: 70.menjelaskan.


Artinya:
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Kajian tentang diri manusia itu sendiri, telah lama dilakukan sejak zaman dahulu kala seperti yang pernah dilakukan oleh para ahli filsafat Yunani kuno yaitu Socrates (470-399 SM), Socrates membagi manusia menjadi tiga tipe, yaitu manusia akal budi (reason), manusia semangat (spirit), manusia nafsu (desire). Kedua tipe terakhir (manusia semangat dan manusia nafsu) akan mengalami keterarahan jika dikontrol oleh akal budi (reason). Pembagian manusia yang dilakukan oleh Socrates ini berdasarkan atas aspek bagaimana cara manusia menjalani dan menemukan tujuan hidupnya. Kemudian kajian tentang manusia yang telah dilakukan oleh Plato (429-347 SM). Menurut Plato, manusia pada awalnya adalah Ruh murni yang hidup dari kontemplasi (merenung dan berpikir) akan yang idea dan yang Ilahi, dimana manusia mula-mula kehidupannya  yang berkaitan erat dengan kebenaran dan keindahan. Kebenaran dan keindahan tersebut mulai terlupakan ketika jiwa murni terpenjara oleh tubuh (jasmani), sehingga manusia menjadi dualitas yang terdiri dari jiwa dan jasmani. Plato adalah salah satu murid dari Socrates yang terkenal hingga saat ini dengan konsep idea-nya yang berdasarkan hasil pemikiran akal semata (Rasionalisme), sehingga muncul konsep “Aku berpikir, maka aku ada.”
Kemudian ulama yang terkenal pada abad pertengahan yaitu Syaik Abdul Qadir al-Jailani memandang keberadaan manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, jiwa dan raga. Dari sisi raga semua manusia pada umumnya sama, semua orang memiliki ciri-ciri khas yang sama. dari sisi jiwa, yang tersembunyi dalam raga semua orang berbeda-beda.
Charles Darwin (1859) dengan teori evolusinya yang mengguncangkan dunia ilmu pengetahuan, dalam bukunya yang berjudul “On The Origin of Species by Means of Natural Selection” Darwin mengatakan bahwa semua makhluk hidup di bumi berasal dari nenek moyang yang sama dan mengalami modifikasi, atau teori ini menyatakan bahwa bahwa speasis bukanlah sesuatu yang tetap atau kekal, melainkan berevolusi dari berbagai spesies yang telah ada (termasuk manusia). Teori evolusi yang dicetuskan Darwin merupakan hasil analisis data yang didapat dari proses observasinya selama keikutsertaannya beberapa ekspedisi. Menurut Darwin lagi, manusia itu adalah bentuk akhir dari evolusi kehidupan, sedangkan hewan bersel satu adalah bentuk awal dari evolusi dan menempatkan manusia dalam alam hewan.
Kesalahan penafsiran teori Darwin menimbulkan anggapan bahwa seakan-akan nenek moyang manusia berasal dari monyet atau kera yang telah mengalami evolusi karena seleksi alam,  kemiripin manusia, dan monyet baik secara morfologis maupun fisiologis. Sementara adaptasi merupakan penyebab dari seleksi alam tersebut. Padahal dalam Islam sendiri diketahui melalui al-Qur’an, bahwa nenek moyang manusia adalah Adam as., sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya.
Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Khalifah yang dimaksud dalam QS. Al-Baqarah [02]: 30. di atas itu tentunya adalah para manusia, dan manusia pertama yang diberi kesempatan menjadi khalifah di muka bumi ini adalah nabi Adam as., dan kemudian dianjutkan oleh anak cucunya.
Telah banyak ilmuan masa kini yang menolak teori evolusi milik Charles Darwin diantarnya adalah Norman Macbeth, Michael Denton, Robert Saphiro, Michaeel J. Behe, Elaine Morgan. Bahkan seorang penulis Turki bernama Harun Yahya menolak terhadap mekanisme yang menyebabkan terjadinya proses evolusi. Menurutnya, tidak pernah dikemukakan sebuah bukti yang menunjukkan bahwa seleksi alam telah menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
Seleksi alam hanya menyatakan bahwa makhluk hidup yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan cara memiliki keturunan yang mampu pernah bertahan hidup. Sebaliknya, yang tidak mampu akan punah.
Kita kembali pada pembahasan manusia, di masa modern banyak para pakar dan aliran dengan ciri khas masing-masing yang mendefiniskan manusia berdasarkan bidang yang mereka ditekuni salah satunya yakni dalam ilmu psikologi,  diantaranya sebagai berikut:
1.          Menurut para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo valens yang berarti manusia berkeinginan atau mempunyai keinginan. Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku hasil interaksi antara kompenan biologis (id), psikologis (ego), social (superego), di dalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional, (akali), dan moral (nilai).
2.     Sedangkan para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus (manusia mesin). Menurut aliran Behaviorisme segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan emosional.
3.       Menurut paham aliran kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Lebih lanjut lagi teori aliran kognitis berpendapat bahwa manusia tidak dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai mahkluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir. Penganut teori kognitif mengamcam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi perstiwa.
4.     Kemudian, menurut para penganut aliran teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia bermain). Menurut aliran ini manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
Perdebatan para ahli atau ilmuwan modern dan alirannya terus berlanjut serta berlangsung namun tidak mememukan titik temu dan kesepakan yang pasti tentang diri manusia.
Dalam literatur, khususnya di bidang antropologi dijumpai berbagai pandangan para ahli tentang hakikat manusia. Sastraprateja, misalnya mengatakan bahwa manusia adalah mahluk yang historis. Hakikat manusia sendiri adalah sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia yang dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan bangsa manusia,. Sastrapateja lebih lanjut mengatakan, bahwa apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengalaman manusia adalah suatu rangkaian anthropological constants yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia. Lebih lanjut, beliau menambahkan ada sekurang-kurangnya enam anthropological constants yang dapat ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia, yaitu; (a) relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis; (b) keterlibatan dengan sesama; (c) keterikatan dengan struktur sosial dan institusional; (d) ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat; (e) hubungan timbal balik antara teori dan praktis; (f) kesadaran religius dan para religious. Ke-enam anthropological constants merupakan satu sintensis dan masing-masing berpengaruh. Pendapat tersebut lebih menitikberatkan pada pandangan empirisme (berdasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yang telah dilakukan).
Kemudian, bagaimanakah manusia menurut pandangan dari beberapa agama yang ada? untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka akan penulis paparkan hanya beberapa agama saja dan sesuai dengan buku “Dienul Islam” karya Nasruddin Razak sebagai berikut:
1.         Agama Hindu memandang manusia di dunia ini ditakdirkan lahir menurut kasta-kasta tertentu dan seluruh kehidupannya diperintah oleh kehidupan yang kaku. Menurut kitab Rigweda disebutkan bahwa kasta-kasta itu timbul dari anggota tubuh makhluk azali yang besar, laki-laki yang disebut Purusa sang pencipta dunia. Makhluk ini memiliki seribu kepala, mata dan kakinya menutupi bumi. Purusa adalah segala yang ada yang akan ada, dan disebut dengan dewa yang tidak  dapat mati. Seperempat badannya adalah makhluk makan dan tidak makan, dan tiga perempat lainnya merupakan makhluk abadi di langit. Para dewa melakukan persembahan korban dengan Purusan. Ketika Purusa dipotong-potong, mulutnya menjadi Brahmana (pendeta), lengannya menjadi Kesatria (perwira atau Pemegang tampuk kekuasaan), pahanya menjadi Waisya (pedagang, petani), dan dari kakinya muncul Sudra (buruh atau budak).
Jika kita telaah dan analisis, manusia yang dilahirkan ke dunia dengan membawa kastanya masing-masing, seakan-akan Tuhan atau Dewa tidak adil terhadap diri manusia tersebut, karena sejak lahir sudah ditentukan golongan, derajat, atau kastanya masing-masing. Sehingga membuat perbedaan yang sangat mencolok strata sosial antara si-Sudra dan si-Waisya atau si-budak atau rakyat jelata dengan bangsawan. Dan hal inilah yang berusaha diperjuangkan untuk dihilangkan oleh Kant, Lenin dan kawan-kawan komunisnya dengan konsep Sosialisnya.
2.             Agama Budha tidak memandang manusia dalam bentuk kasta-kasta, melainkan prinsip doktrin agama ini meniadakan bagi manusia kesenangan dan kenikmatan hidup duniawi. Tujuan hidup manusia adalah mencari nirwana, dalam hal ini Ruh harus mengalami reingkarnasi (penjelmaan atau penitisan kembali makhluk yang telah mati), Ruh manusia yang mati baru akan sampai pada derajat nirwana apabila Ruh telah cukup kesuciannya.
Menurut penulis, dengan menghilangkan kesenangan dan kenikmatan hidup duniawi manusia, maka membuat konsep keseimbangan dalam hidup pun hilang karena hidup yang dijalani akan sengsara terus menerus dalam setiap hidupnya. Selan itu, hidup itu bukan hanya untuk akhirat atau nirwana semata, namun untuk menjemput nirwana atau akhirat dibutuhkan kesenangan dan kenikmatan hidup yang tidak berlebihan atau dalam hal kita sebut saja dengan sebuah kebahagian.
3.           Agama Syinto, dalam kepercayaannya menganggap raja sebagai wakil Tuhan di bumi, karena dewa telah bersemayam dalam jiwa raja. Siapa saja yang durhaka terhadap raja berarti durhaka terhadap Tuhan, taat kepada raja berarti taat kepada Tuhan, mati dalam menjalankan perintah raja berarti mati di jalan Tuhan, hukumnya mati suci.
Dalam agama Syinto, memang tidak ada salahnya jika menganggap bahwa  raja atau kaisar sebagai wakil Tuhan di bumi, namun yang jadi permasalah adalah jika ketaatan, kepatuhan dan ketundukan diri manusia terhadap Tuhan disamakan dengan ketaatan, kepatuhan dan ketundukan kepada raja atau kaisar atau kedurhakaan manusia terhadap raja atau kaisar disamakan dengan kedurhakaan dengan Tuhan. Dengan demikian Muncul sebuah pertanyaan “Bagaimana jika raja atau kaisar membuat sebuah kesalahan? Karena tidak ada manusia yang tidak membuat sebuah kessalahan. “Yakinkah kita, bahwa tidak ada manusia yang tidak berbuat dosa dan kesalahan?” Atau “yakinkah kita, bahwa kaisar atau raja tidak pernah berbuat dosa dan kesalahan?”. Kemudian, “Mungkinkah Tuhan membuat kesalahan?” karena Tuhan telah bersemayam dalam jiwa raja atau kaisar.
4.             Agama Nasrani, memandang manusia lahir ke dunia ini membawa dosa turunan yang diwarisi dari dosa asal yakni dari Adam yang pernah durhaka. Karenanya Yesus Kristus telah sengaja turun dari syurga ke dunia untuk menebus dosa seluruh ummat manusia dengan cara disalib. Yesus Kristus dianggap sebagai “Sang Juru Selamat”, jadi keselamatan manusia hanyalah tergantung atas iman pada penyaliban Yesus.
Bahkan yang lebih dalam lagi dari pandangan agama Nasrani, mengatakan bahwa penyebab awal keterjatuhan Adam dari surga adalah perempuan, sehingga manusia hidup di dunia ini (dilahirkan) memiliki dosa turunan atau asal yang harus ditanggung. Dan menganggap pula bahwa, perempuan adalah penggoda yang menjerumuskan Adam (laki-laki) untuk mengingkari perintah Tuhan.    
Jika kita telaah konsep manusia menurut agama Nasrani ini, maka manusia yang baru lahir ke dunia yang fana ini sudah menanggung kutukan dosa, dan kutukan itu akan hilang jika kita beriman kepada penyaliban Yesus yang dalam Islam dikenal sebagai Nabi Isa as., serta di dalam Islam sendiri nabi Isa tak pernah di salib sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Nisâ [4]: 157-158:


Artinya:
Dan karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam kisah nabi Isa as., memang terdapat murid nabi Isa as., berkhianat kepadanya, Yudas, murid Isa as., yang munafik dan berkhianat dengan menunjukkan tempat persembunyian Nabi Isa as., kepada musuh yang mengejarnya, wajahnya dibuat oleh Allah swt., menjadi serupa dengan Isa as., sehingga dialah yang kemudian diambil pasukan raja dan disalib di tiang kayu.  Sementara itu, nabi Isa oleh Allah diangkat ke langit, simak firman Allah dalam QS. Ãli-'Imrân; [3] : 55.


Artinya:
(ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya".
5.             Selanjutnya bagaimanakah manusia menurut Agama Islam? seperti yang telah dijelaskan di atas sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah [02]: 30, bahwa manusia diciptakan di muka bumi sebagai khalifah atau wakil Allah swt. Selain itu, manusia diciptakan untuk menjadi hamba sekaligus beribadah hanya kepada Allah, simak firman-Nya QS. Al-Dzariyat; [51]: 56.

Artinya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Penghambaan kepada Allah baik dalam bentuk ibadah magdah ataupun ghairu mahdah, haruslah dilakukan manusia secara totalitas. Baik lahirnya maupun batinya, sehingga melahirkan keikhlasan dan ketulusan sebagai hamba. Allah swt berfirman dalam al-Qur’an.


Artinya:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus (QS. Al-Bayyinah; [98]: 5).
Kemudian, dalam hadist nabi Muhammad saw., dijelaskan yaitu
Dari Abu Hurairah ra., berkata: Rasulullah saw., bersabada: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan di atas fitrah (putih bersih tanpa cacat/telah ber-Islam). Maka, kedua orang tuanyalah (yang melahirkan, termasuk yang mengurus, mengasuh dan yang bertanggung jawab setelah dia dewasa)  yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi....( HR. Bukhari).
Hadist di atas seakan-akan menyatakan bahwa konsep yang dijelaskan dalam agama Nasrani tidak benar bahwa manusia dilahirkan ke dunia telah membawa dosa yang diperbuat oleh nenek moyangnya yaitu Adam dan Hawa. Karena dalam Islam tidak mengenal dosa turunan justeru manusia dilahirkan suci putih bersih (fitrah) tanpa noda dan dosa ibarat kertas putih tanpa coretan sedikitpun. Kertas putih ibarat sebuah potensi yang oleh Allah swt., telah berikan, mau diapakan nantinya kertas putih ini terserah orangtuanya, mau ditulis dengan tinta hitam, kuning, biru, atau bahkan dengan sebuah tinta keemasan.
Suci menurut agama Islam tidak seperti teori tabularasa yang dikemukakan oleh Jhon Locke, suci dalam pengertian memiliki sifat-sifat baik, sifat-sifat ketuhanan atau beragama. Dan menurut para filosof  Islam, sifat-sifat Tuhan yang bersimpul dalam al-Asma al-Husna itulah yang merupakan potensi-potensi (fitrah) manusia, yang harus dikembangkan dengan wajar dan sempurna.
Kemudian, lebih spesifik di dalam al-Qur’an sendiri terdapat kata-kata yang merujuk kepada diri manusia, seperti kata al-Insan dan al-Basyar. Kata insan yang bentuknya jamaknya adalah al-nas dari segi sematik atau ilmu tentang akar kata, dapat dilihat dari asal kata anasa yang mempunyai arti melihat, mengetahui dan meminta izin. Atas dasar itu kata tersebut mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manuia dengan kemapuan penalaran.
Kata lainnya yang merujuk pada manusia adalah kata basyar yang dipakai untuk menyebut semua makhluk (manusia), baik laki-laki ataupun perempuan, baik secara individual maupun kolektif. Kata basyar mengacu kepada manusia dari aspek lahiriyahnya, mempunyai tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama yang ada dalam ala mini, dan oleh pertumbuhan usianya, kondisinya tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan akhirnya ajal pun menjemputnya. Dengan demikian, pemakaian kata insan digunakan untuk merujuk kepada kualitas pemikiran dan kesadaran, Yakni dengan penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, manusia dapat mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. sedangkan kata basyar digunakan untuk menunjuk pada dimensi alamiahnya, yang menjadi cirri pokok manusia pada umumnya, seperti hidup, makan, minum dan mati. Dari dua kata tersebut di atas, dapat dilacak bahwa manusia mempunyai potensi dan keistimewaan yang dianugerahkan kepadanya dari Allah swt., melebihi semua makhluknya.
Menurut Bint S\]yathi’ di dalam al-Qur’an terdapat empat kata yang menunjukkan manusia yaitu, pertama, al-basyar dipakai al-Qur’an guna menunjukkan pengertian manusia biasa dalam bentuk tunggal. Umumnya kata ini dipakai oleh para utusan Allah untuk disampaikan kepada ummat mereka bahwa para rasul itu tidak lebih sebagai manusia biasa, tidak suci, dan tidak memiliki kekuatan supernatural. Kedua, kata an-nas  kata ini dipakai guna menggambarkan keturunan Nabi Adam as., sekumpulan manusia. Ketiga, kata al-ins dikaitkan dengan kata al-jinn secara berturut-turut dan tidak terpisah dalam 18 ayat. Tampak di situ bahwa kata al-ins menjadi lawan kata al-jinn, karena al-ins berasal dari kata anis yang artinya lembut dan jinak, sedangkan kata al-jinn berarti buas. Keempat, al-insan terkadang dilawankan dengan kata al-jinn, seperti dalam Q.S. al-Hijr [15]: 26-27. Ini menandakan bahwa al-insan sama dengan kata al-ins yang berarti lembut dan lawan dari al-jinn yang berarti buas.

Artinya:
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.
Agak Sedikit berbeda pengertian kata manusia dalam al-Qur’an yang penulis temui dalam sebuah artikel dalam internet, dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya, walaupun dalam artikel tersebut menyebut kata  manusia dalam al-Quran menjadi basyar, insan, ins, naas, inaas, bani adam atau dzurriyah adam. Yaitu sebagai berikut:
Basyar atau بشر mempunyai arti : penampakan sesuatu dengan baik dan indah dan kulit. Manusia disebut بشر atau basyar karena kulit manusia tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang. Hal ini merujuk pada firman Allah :


Artinya:
Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". ( QS. Al-Kahfi; [18]: 110).
Kalimat “sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu…” maksudnya adalah nabi Muhammad saw., mempunyai tubuh (kulit) yang sama dengan manusia lainnya, tidak ada perbedaan, bisa berkeringat dan bisa pula berdarah. 
Kata insan, ins, naas, inaas atau انسان, انس, ناس, اناس digunakan untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, yaitu jiwa dan raga. Allah berfirman :


Artinya:
Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai jiwa) manusia. Raja manusia. (QS. Al-Nas; [114]: 1-2).
Bani adam atau dzurriyah adam atau ادم بنى dan ذرّية  mengandung arti bahwa seluruh manusia adalah keturunan atau anak cucu Adam. Sebagai keturunan atau anak cucu Adam, manusia tidak dibedakan oleh suku, ras, bahasa, letak geografis, warna kulit dan sebagainya. Manusia seluruhnya adalah sebuah unitas dan sama di hadapan Tuhan. Yang membedakan mereka adalah takwanya. Sebagaimana dalam al-Qur’an Surah. Al-Isrâ [17] ayat 70.

Artinya:
Sesungguhnya kami telah muliakan anak cucu Adam….
Setelah kita mengkaji konsep manusia menurut para ahli dan beberapa agama, maka selanjutnya mari mengkaji manusia lebih dalam dengan segala potensi yang dan anugerahkan kepadanya (manusia). Pengkajian manusia terhadap diri manusia dilakukan bukan karena tanpa adanya sebab dan alasan, pengkajian dilakukan karena beberapa hal, yaitu diantaranya:
Pertama. Rasa keingintahuan manusia yang sangat tinggi akan dunia mikrokosmos (jagad diri) dan makrokosmos (jagad raya), 
Kedua. Sebagai proses pencarian jati diri manusia dan pencarian atas sang pencipta (Tuhan), nabi Muhammad saw., bersabda: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, dan sungguh-sungguh menentang nafsunya sendiri, niscaya  akan mengenal Tuhannya dan mengikuti kehendak-Nya.”
Ketiga. Adanya Perintah dari sang pencipta (khalik) kepada ciptaannya (makhluk) untuk memperhatikan dirinya sendiri.


Artinya:
"Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati)." (QS. Al-Thariqh; [86]: 5-8).
Manusia telah diciptakan oleh Allah swt., sebagai makhluk yang paling mulia dan istimewa dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Sebuah ciptaan yang maha canggih sekaligus penuh ketelitian dan perhituangan yang sempurna. Untuk mengetahui  keistimewaan manusia itu, akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.


BERSAMBUNG.....................
DAFTAR PUSTAKA

al-Hasyimi. Muhammad Ali, Menjadi Muslim Yang Ideal, Terj: The Ideal Muslim; The True Islamic Personalityas Defined in The Qur’an & Sunnah, Penj: M. Chairil Anam, (Cet. I; Depok: Inisiasi Press, 2002).

al-Khu’I. Ayatullah Sayyid, Menuju Islam Rasional (Sebuah Pilihan Memahami Islam), terj: Rastionality of Islam, penj: Dede Azwar N,  (Cet. I; Jakarta: Hawra Publisher, 2003).

Alvyanto, Sistem Otot, dalam http://alvyanto.blogspot.co.id/2010/01/sistem-otot-manusia.html

An-Nawawi, Imanm Muhyidin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Murri, Hadits Arbain An-Naawiyah, terj: Al-Arbain An-Nawawiyah, peni: apung Samuddin, (Cet. I; Makassar: Bin Mahdi Group, 2013)

Apt. Nana Sutresna dan Didin Sholehuddin, Kimia Untuk SMA Kelas I Semester I Jilid I A, (Bandung: Grafindo Media, 2003)

Aziz. Nahrawi, Letak Akal, Nafsu dan Ruh Manusia Menurut Islam, dalam http://nahrawiaziz.blogspot.com.


Corbuzier. Deddy, Mantra Deddy Corbuzier, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2005).

Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2001).

Efendi. Agus, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung; Alfabeta, 2005),.

Farid. Ahmad, Tazkiyatun Nafs. Diterjemahan oleh : Imtihad Asy-Syafi’i (Solo: Pustaka Arafah. 2008).

Fembriyanti. Risma , Sistem Indera Manusia dalam https://fembrisma.wordpress.com.

Izzudin. Solikhin Abu, Zero to Hero (Mendahsyatkan Pribadi Biasa Menjadi Luar Biasa), (Cet. XVII; Yokyakarta, Pro-U Media, 2012).

Kusnadi. Rahmat, Geografi Untuk SMU Kelas 1, (Cet. II; Bandung: Grafindo Media Paratama).

Karmana. Oman, Cerdas Belajar Biologi (Untuk Kelas XI SMA/MA Program IPA), (Bandung, Grafindo Media Pratama, 2007).

Karmana. Oman, Cerdas Belajar Biologi (Untuk Kelas XII SMA/MA Program IPA), (Bandung, Grafindo Media Pratama, 2007).

Padepokan Guru Indonesia (PaGI), Potensid dalam diri manusia, dalam http://sayuraseum.tumblr.com/post/24613486557/potensi-dalam-diri-manusia.

Pesantren Darul Itiqomah, Mushaf al-Istiqomah (al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pesantren Darul Itiqomah bekerja sama dengan al-Hadi Media Kreasi, 2015)
                               
Pratiwi. D.A. Dkk, Biologi Untuk SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2006).

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008).

Madkour. Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam,Terj: Fi al-Falsafah al-Islamiyah: Manhaj wa Tatbiqub al-Juz’ al-Sani, Pentj: Yudian Wahyudi Asmin, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 2002).

Marimba. Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif,1962).

Mudjahid, Sejarah Agama-Agama, (Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996).

Muhaemin, Komponen-Komponen Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Palopo : Lembaga Penerbit STAIN (LPS)  STAIN Palopo, 2010).

Muhaimin, Problematika Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Kalam Mulia,1989).

Mahmud. Ali Abdul Halim, Karakteristik Umat Terbaik (Telaah Manhaj, Akidah dan Harakah), terj: Ma’a al-Aqidah wa al-Harakah wa al-Manhaj fi Khairi Ummati Ukhrijat li an-nas, pentj: As’ad Yasin, (Cet. I; Jakata: Gema Insani Pres, 1992).

Margono. Gatot, Ilmu Trawangan dan Kedigdayaan, (Surabaya: Putaka Ilmu Jaya).

Nabillah. Auni, Letak Akal, Nafsu dan Ruh Manusia Menurut Islam, dalam http://catatan-harian-auni.blogspot.com/2012/08/letak-akal-nafsu-dan-ruh-manusia.html.

Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Cet. II; Semarang: Ptalmaarif, 1971).

Nawawi. M. Alwi, Pengantar Pendidikan Agama IslamI, (Makassar: Lembaga Percetakan dan Penerbitan Universitas Muslim Indonesia, 1988).

Nata. Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997).
Salam. Asran, Ali Syariati; Dari Revolusi Diri Ke Revolusi Sosial, (Cet. I; Gowa: Libterasi Institut, 2015).

Sasrawan. Hedi, Sistem Saraf Pada Manusia, dalam http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2013/04/sistem-saraf-pada-manusia.html

Sentanu. Erbe, Quantum Ikhlas, (Cet. XXXIII; Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014).


Sistem Ekskresi Manusia, dalam https://unitedscience.wordpress.com/ipa-3/bab-1-sistem-ekskresi-manusia/

Struktur dan Fungsi Alat Indera Penglihatan (Mata), dalam  http://www.bukupr.com/2012/12/struktur-dan-fungsi-alat-indera.html

Subardi dkk, Biologi Untuk Kelas Xii Sma Dan Ma, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Perbukuan: 2008)

Suwarno, Panduan Pembelajaran Biologi XI SMA/MA Kelas XI, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional: 2009).

Tim Perumus, Fakultas Teknik UMJ Jakarta,  Al-Islam dan IPTEK, (Jakarta: Raja Grafindo, Jakarta).

The Master, Istilah manusia dalam Al-Qur’an, dalam http://dakwah-2012.blogspot.com/2011/12/sifat-dan-potensi-manusia-menurut-al.html.

Ucoz, Sistem Peredaran Darah, dalam http://biologi.ucoz.com/index/sistem_peredaran_darah/0-44

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Sistem endokrin dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_endokrin

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lidah, dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Lidah.
Himatul Aliyah, Manusia Dan Agama, (Makalah Pengantar Studi Islam) dalam http://xpresikan-

Kazuo Murakami, The Divine Massage Of The DNA (Tuhan dalam Gen Kita), penj: Winny P, (Cet. II; Bandung: Mizan Pustaka, 2007)













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEPATAH KATA DARI SISWA YANG MENINGGALKAN SEKOLAH/ MADRASAH

  Foto Penamatan dan Kelulusan Siswa MAN Pinrang Angk. 2020-2021 Bismillahirrahmanirrahiim Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bap...