|
|
BAGIAN AWAL
TAPI RAJIN MEMBACA MEMBUKA
DUNIA BARU
Kegiatan membaca
dan menulis merupakan kegiatan yang dapat memberdayakan diri,
dan kegiatan yang tak mungkin tidak berguna
diri.
(Ahmad Syamsuri al-Firdaus)
KUTU BUKU
“Kisah ini
berawal dari seseorang yang bernama Ahmad Syamsuri menghadap Tuhannya diwaktu
petang.....” stop..stop..stop lho kok kayak novel atau film sich...! inspirasi
awal untuk menulis buku ini berawal ketika saya menghadap Tuhan. Maksudnya ialah
saat saya sedang beribadah kepada Tuhan yang maha esa, tiba-tiba ide-ide berkelibatan
di pikiran saya. Dan kucoba untuk menangkapnya satu-persatu, kemudian aku
rangkaikan menjadi sebuah ide untuk menulis sebuah buku yang sangat sederhana
dengan judul yang sederhana pula yaitu “Rajin Membaca Bukan Kutu Buku, Tapi
Rajin Membaca Membuka Dunia Baru” sederhana bukan judulnya ?
Kegiatan
membaca seseorang, seringkali dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat tabu oleh
masyarakat Indonesia. Apalagi dikalangan para pemuda dan pemudi Indonesia. Seperti ketika
seseorang yang terlalu rajin dalam membaca, maka gelar yang biasa masyarakat
berikan dengan tepat dan melekat pada jati seseorang yang suka bergelut dengan
buku adalah “kutu buku”, dan yang terjadi adalah banyak
masyarakat atau kalangan muda-mudi yang menjauhinya. Banyak pula sering saya
jumpai dikalangan para pelajar dan mahasiswa, bahkan dimasyarakat kalimat
seperti ini, “Iih.. si-kutu buku. Kau tidak akan dapat mengubah dunia dengan hanya
membaca buku”. bahkan di film-film pun banyak menggambarkan hal yang serupa,
seperti orang yang gemar membaca sering diidentikkan dengan orang yang memakai
kacamata minus dan tebal, culun, pecundang atau bahasa gaulnya “so lame”, kalau
cewek rambutnya sering dikuncir dua, kalau laki-laki gaya rambut belah samping
ke kiri atau ke kanan dengan minyak rambut yang memenuhi rambutnya.
Hal ini tentu
sangat jauh berbeda, jika dibandingkan dengan dunia barat atau negara-negara
maju. Kegiatan membaca sudah menjadi rutinitas dan bagian terpenting dari
kehidupan masyarakat barat dan negara-negara maju. Mulai anak-anak sampai
dewasa dan tua, mulai dari petani sampai pada pejabat publik pemerintah. Dimanapun
mereka berada, dalam keadaan apapun selalu ada kegiatan membaca di dalamnya.
Sedang menunggu angkutan umum, dalam perjalan di kereta, duduk santai di taman,
menikmati musik dengan secangkir cappucino di kafe, browsing internet di
perpustakaan, bahkan ketika buang hajat di wc dan tempat-tempat lainnya. Yang
selalu menemani mereka adalah bahan-bahan bacaan seperti, koran, majalah, dan
buku-buku
Hal inilah
yang membuat saya untuk berusaha menerapkan dalam setiap rutinitas kesaharian
saya. Baik di tempat umum maupun ditempat khusus, baik dalam perjalanan maupun
di dalam rumah, saat-saat santai ataupun
saat-saat bekerja, selalu saja saya sediakan waktu untuk membaca buku dan siap
setiap saat buku dalam genggaman.
Dibawah ini
ada beberapa fakta yang mencengangkan yang sengaja saya cantumkan kepada anda,
agar kiranya anda tahu kondisi bangsa Indonesia, beberapa fakta berasal dari VIVA
news.
1. Menurut survei yang dilakukan oleh Organisasi
PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menunjukkan minat baca orang
Indonesia paling rendah di ASEAN. Sementara itu, survei yang dilakukan terhadap
39 negara di dunia, rasio antara konsumsi satu surat kabar dengan jumlah
pembaca, negara Indonesia menduduki urutan ke-38. Wah mencengakan
bukan? Di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) saja kita paling rendah, apalagi
tingkat dunia!
2. Menurut Pakar pendidikan Prof.
DR. Said Hamid Hasan MA, menjelaskan ”Budaya
baca masyarakat Indonesia memang kurang,
dari sejumlah penelitian
menunjukkan minat baca bangsa ini rendah. Hal itu terjadi karena pendidikan di
Indonesia tidak melatih peserta didik untuk terbiasa membaca. Anak didik hanya
sebatas membaca buku teks. “
3. Pengamat pendidikan Darmaningtyas.
Menurutnya, sejumlah negara
mewajibkan anak didiknya untuk membaca buku. Di Thailand Selatan misalnya.
Murid SMA di Negeri Gajah Putih itu wajib membaca minimal lima buku. Sementara
itu, Malaysia dan Singapura minimal enam buku. Di Brunei Darussalam minimal
tujuh buku, Rusia 12 buku, Kanada 13 buku, Jepang 15 buku, Swiss 15 buku,
Jerman 22 buku, Prancis 30 buku, Belanda 30 buku, dan Amerika Serikat 32 buku.
Namun, dalam Kurikulum 2013 tidak ada ketentuan yang mewajibkan murid SMP dan
SMA harus membaca sejumlah buku.
4. Penggiat literasi Faiz Ahsoul mengatakan, “Kebijakan dan
kurikulum pendidikan di Indonesia masih mencetak siswa sekadar menjadi alat
pelengkap dan tukang untuk kepentingan industri dan birokrasi pemerintahan. Bukan
mendidik siswa untuk mampu berdikari dan berpikir secara kritis dan melek
literasi.
Bagaimana menurut
anda fakta-fakta di atas? Masih banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum
memahami manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan membaca.
Mungkin hal inilah yang membuat masyarakat Indonesia seperti alergi jika
mendengar kata membaca, melihat orang yang gemar membaca bahkan cenderung
memberi respon yang buruk atau negatif dengan memberikan gelar kutu buku bagi
yang rajin atau gemar membaca buku. Padahal perintah pertama dalam kitab yang
diperuntukkan untuk ummat manusia adalah perintah membaca yaitu
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan...”
Bagaimana menurut anda? Benar tidak? Membaca
mempunyai pengertian yang amat sangat luas, bukan hanya sekedar membaca sebuah
buku. Namun lebih dari pada itu, misalnya membaca diri sendiri ataupun orang lain,
membaca situasi dan kondisi Indonesia dan dunia internasional, membaca situasi
dan kondisi alam semesta, dan masih banyak lagi membaca lainnya.
Namun, membaca yang dimaksud disini lebih ditekankan
pada membaca segala jenis literatur-literatur ada, guna membuka dunia baru. Maksud membuka dunia baru disini adalah
dengan membaca kita dapat membuka (mengarungi) dunia pemikiran para filosof, para ilmuan, para cendekiawan, para sosiolog dan psikolog,
para intelekual, dan bahkan firman-firman Tuhan yang tiada banding dan tanding.
HAMPIR
SAMA
Tak jauh dengan kondisi bangsa
Indonesia dalam hal kegiatan membaca yang minim atau kurangnya minat baca
bangsa Indonesia. Minat menulis atau budaya literasi bangsa Indonesia sangat
rendah jika dibandingka dengan bangsa
lain. Ada dengan bangsa Indonesia? Mengapa semuanya serba tertinggal atau rendah.
Dalam artikel yang dimuat
republika, ketua Forum pengembangan Budaya Literasi Indonesia, Satria Darma
mengatakan bahwa, “berdasarkan survey banyak lembaga international, budaya literasi masyarakat
Indonesia kalah jauh dengan Negara lain.”
Kemudian Satria menyatakan
berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment
(PISA) menyebutkan bahwa, budaya literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2012
terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti dunia.
Sastra Indonesia di pentas dunia
internasional masih menjadi Terra inconigta atau negeri yang tak
dikenal. Penyebabnya adalah tak banyak karya Indonesia yang diterjemahkan ke
dalam bahasa asing. Sungguh miris melihat bangsa ini, bangsa yang besar namun
budaya Membaca dan menulis tertinggal dari negara-negara yang lain.
Selain
membahas tentang persoalan membaca, di dalam tulisan kecil dan sangat sederhana
ini juga membahas pula tentang tulis menulis. Seperti pembahasan tentang “Membaca
dan Menulis adalah Perintah, Membaca dan Menulis itu Menyenangkan, Gerakan
Melek Membaca dan menulis dan seterusnya...!”
Kegiatan membaca
dan menulis merupakan kegiatan yang dapat memberdayakan
diri, kegiatan ini yang tak mungkin tidak
berguna diri. Tunggu apalagi? mari kita berdayakan diri
dengan membaca dan menulis, agar diri ini dapat manfaat plus memberi manfaat
bagi orang lain.
Begitu banyaknya manfaat dari
kegiatan membaca dan menulis membuat saya tak mungkin untuk menjelaskannya
semua dalam tulisan kecil. Namun saya berusaha untuk memaparkan manfaat membaca
dan menulis pada bagian ke 13 dengan pembahasan “Ada banyak Manfaat Membaca dan Menulis.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar