Jumat, 17 Januari 2020

CERPEN (DUKA DI HARI BAHAGIA)


DUKA DI HARI BAHAGIA


Tak pernah terfikirkan oleh Fitri, gadis ayu berumur 17 tahun sebelumnya, karena harus menanggung derita diusianya yang terhitung cukup muda. Belum sempat mereguk manisnya cinta dari sebuah pernikahan, kini ia harus meratapi tubuh yang terbujur kaku di ruang mayat.
“Malang nian nasibmu nak!harus menanggung semua ini.” Gumam ibunda Fitri dalam hati.
Namun ia yakin dan percaya bahwa keduakaan dan kebahagian itu semuanya bersumber dari Allah swt, Tuhan sang Dalang kehidupan.Iahanya segelintir dari ribuan Wayang yang dimainkan oleh sang Dalang.
Berita kematian Guntur begitu cepat menyebar, tak ubahnya tumbuhnya jamur dimusim penghujan.Baru kemarin Guntur dan kawan-kawannya bersendau gurau di rumah Mak Iwan sembari menenggak Ballo’ (minuman keras khas daerah Toraja, Luwu dan sekitarnya) bersama-sama. Berita kematiannya ini begitu membuat shock sang calon Isteri dan keluarganya. Bagaimana tidak ! Guntur pemuda tinggi, kurus, berambut  gondrong keriting,berkulit putih, baru saja melamarnya.
Guntur melamar gadis pujaan hatinya yaitu Fitri, seorang bunga desa yang banyak menjadi rebutan laki-laki, termasuk kawan-kawannya.
“Gun… beruntung sekali hidupmu, bisa dapatkan hati si Fitri !“ kata Parno sambil memegang pundak Guntur.
“Iyo bah, aku jadi iri. Padahal aku juga mau menikahinya, eh aku kalah cepet sama kamu. Ya nasi sudah menjadi lontong, mau diapa-apakan tetep lontong.He..he..he..he..,” tawa renyah Pairi.
“Hehehehe jadi laper nih.”Kata Pairi tiba-tiba.
“Huuu..kamu ini, ingetnya makan terus.” Sahut Parno.
Guntur hanya tersenyum mendengar celotehan kawan-kawannya.Beginilah mereka jika sedang kumpul, selalu asyik saja. Mereka jalani kehidupan tanpa beban dan mereka punya prinsip “Hidup hanya satu kali, jadi nikmati saja”
“Gun… aku punya ide, bagaimana kalau kita merayakan akhir masa bujangmu dengan minum sampai mabuk dan pagi.” Usul Parno.
“Good idea alias aku sepakat. Kita minum di tempat biasa, tempatnya Mak Iwan.” Kata Pairi.
“Eeet..tapi kita harus tunggu Gugun dulu sepakat. Bagaimana Gun?” Tanya Parno pada Guntur.
“Ooooooo… ok, aku setuju dan aku yang traktir kalian sampai mampus minum.”Senyum mengembang di wajah Guntur.
“Kalau begitu langsung saja aku telpon Mak Iwan, Magar, Joni dan yang lainnya.” kata Pairi sembari menekan tombol hp buntutnya yang diikat dengan karet gelang.
Sementara Gugun atau Guntur membongkar seluruh isi dompetnya dan saku celananya.
Dengan mengendarai bebek besi  tahun 2000-an ( Vespa ), mereka bertiga pun sampai di rumah Mak Iwan. Ternyata Mgar, Joni, Afred sudah sampai duluan di rumah Mak Iwan. Rumah Mak Iwan merupakan rumah favorit mereka yang ingin menikmati sedapnya Ballo’.
Sebenarnya rumah Mak Iwan sudah seringkali digerebek oleh polisi dan warga desa yang taat beragama, karena selain ditempati untuk mabuk-mabukan, para pemuda desa juga biasa menempatinya untuk berjudi.
Setiap kali digerebek dan ditutup.Tidak lama berselang,Mak Iwan membuka tempatnya untuk menjual Ballo’ lagi. Setiap ditanya mengapa terus-terusan menjual Ballo’, ia menjawab, “Saya ini seorang janda, anak-anakku banyak dan masih kecil-kecil semua. Anakku Iwan saja yang sudah lumayan besar sudah kelas VI SD. Kalausaya tidak melanjutkan usaha suami saya, kami makan apa? Iwan tidak akan dapat melanjutkan sekolahnya. Selain itu, hanya ini keterampilan yang saya miliki.Mau menikah, siapa yang mau dengan wanita setua saya”. Seringkali setelah menjelaskan semua itu, Mak Iwan menangis berurai, air matanya membasahi pipinya.
“Selamat datang calon pengantin……!” sambut Magar sembari membentangkan tangannya.Magar adalah sahabat terbaik Guntur, mereka sudah bersahabat sejak kecil dan sering bersaing dalam segala hal.
Guntur pun menyembut pelukan Magar, sambil mengelu-elus pundak sahabatnya. Magar berbisik, “Besok engkau akan jadi pengantin baru kawan, bersanding dengan wanita cantik, bunganya desa ini. Aku iri padamu!”
“Terima kasih kawan atas dukungannya selama ini,” jawab Guntur singkat.
“Aku akui, kali ini kalah total darimu kawan, aku ucapkan sekali lagi selamat. Engkau pantas jadi pangeran buat princes Fitri.”
“Udah dong pelukannya, aku udah tidak sabar untuk pestanya nih..!” kata Joni memotong pembicaraan mereka berdua.
“Ok kalau begitu mari kita masuk, semuanya sudah  tersedia di dalam,” Mak Iwan mempersilakan masuk.
Mereka masuk dan duduk membentuk bundaran.Sejam kemudian.Mereka sudah mabuk.
“Ayo tos kawan..” pinta Pairi.
“Tossss…”
“Lho..mukamu kok awut-awutan sich!”  kataParno sambil menunjuk nunjuk muka Pairi.
“Emang..emang dari sononya… eaaaahh hahahaha….” Sahut Pairi.
“Hahahahaha…” gelak tawa mereka.
“Putar lagi…. Tambah lagi….” Pinta magar.
“Eeeh… Dangkotnya datang lagi..”Magar langsung mencaplok dangkot bebek yang masih hangat. “Nyam..nyam..nyam…”
“Heee…. Parno mukamu kok kaya pantat panci, gosooong..hahahaha.” Semprot Pairi membalas ledekan Parno.
“Hahahaha….”
Kali ini Parno tiba-tiba diam,  membuat kawan-kawanya pun terdiam dan keheranan.
“Apa Parno marah?” bisik Pairi pada Guntur.Mereka berdua sikut-sikutan.
Namun tiba-tiba Parno cengengesan, “Hihikshiks..hikshiks..hiks..!!”
“Uuukgh ugh..uughk..” Parno masih terbatuk-batuk.
Sontak kawan-kawannya tertawa terbahak-bahak.
“uuukgh ugh..uugkh..”Parno masih terbatuk-batuk.
“Lho lho nyapo bocah kuwi?(Lo lo kenapa anak ini?)”kataPairikeheranan.
“Tae kutandai? (tidak kutahu?)”sahutJoni.
Seketika itupun Guntur langsung memukul pundak Parnobeberapa kali sampai keluar sesuatu dalam mulutnya. “huaaaa, huaaa, huaaaaaaaaaaaaa…….”
“walaaaaaaah.. kelelek belong bocah iki..(walaaah tersedak tulang anak ini)”
Mendengar kata-kata Pairiyang medok bahasa Jawanya, semua orang tertawa cekikikan
Putaran demi putaran gelas telah berlangsung beberapa jam.Memang seperti inilah mereka ketika sedang menenggak Ballo’ sambil menikmati dangkot lezat asli buatan Mak Iwan yang tiada duanya di kampung ini.
Gun kalau malam pertama nanti, ajak-ajak dong aku. Supaya aku juga dapat merasakannya,” bisik Magar ke telinga Guntur yang mulai mabuk.
“Enak saja kamu, satu ya tetap satu.Fitri satu yang tetap milikku.Makanya, cari Fitri yang lainnya,” Kata Guntur juga sedikit mabuk.
“Haaaaaaa sekke (kikir) kamuuuuu, minta yang begituan saja tidak boleh.Teman macam apa kamuuuuu hhaaaaaaa” teriak Magar keras.
Guntur mulai naik pitam, ia berdiri geloyoran lalu berkata ,“WEIII magar, jaga ucapanmu dan tutup mulut busukmu!”
Magar pun tidak tinggal diam, ia berdiri dan berucap, “Apa katamu? mulutku bau busuk. Mulutmu itu yang bau busuk.Kasian sekali Fitri dapat suami yang mulutnya busuk seperti kamu.Mending sama aku yang agak wangi mulutku.”
Sementara Magar dan Guntur adu mulut, yang lainnya tergeletak mabuk berat.Sesekali ada yang membuka mata berkedip-kedip, namun tak mampu untuk menggoyang badannya.Adapula yang tak mampu untuk membuka matanya karena telah mabuk berat.
“Dancooooo… kuwe (kata-kata kotor bahasa jawa)” teriak Guntur.
Magar tidak mau kalah ia pun berteriak, “Tailassomuuuu..(kata-kata kotor bahasa Toraja).”
Perkelahian pun tak dapat dihindari, mereka keluar dari rumah mencari  tempat yang lebih luas. Mereka jual beli pukulan dan tendangan.Sama-sama tidak mau mengalah walaupun dalam keadaan sempoyongan.Magar meninju pipi sebelah kiri Guntur dengan tangannya, sontak Guntur membalasnya dengan dua kali pukulan mengenai pelipis matanya. Plack..buuuk.. buukk plackkk (suara pukulan).
Guntur menangkap tendangan Magar dan memutarnya  hinnga membuatnya terpelanting jatuh. Kemudian Magar bangkit untuk siap menyerang Guntur.Kali ini tinjunya mengenai rahang bagian bawah, sehingga membuat beberapa gigi Guntur pamit satu-persatu meninggalkan darah di mulut.
“Cuuh..cuuh.. cuuh.. Asuh...,” Guntur meludahkan darah yang keluar dari mulutnya beberapa kali.Saat ini Guntur membalas pukulan Magar dengan tendangan yamg menyerempet kemaluannya.
“Aduh..Aduh..Adudududu..”Magar memeriksa kemaluannya.
“Aaaahhh aman..”kataMagar lega setelah memeriksa kemaluannya tidak apa-apa.
Magar membalas dengan tendangan kaki kanan mengenai perut, buuuuuckk….. uuukkhhh.. sontak Guntur memuntahkan isi perutnya. Magar tidak mensia-siakan kesempatan ini, ia langsung mengambil batu besar yang berada tak jauh darinya. Ialangsung menghantamkan dengan keras ke pelipis Guntur, seketika itupun darah mengucur deras keluar dari pelipisnya.
Tubuh Guntur pun rebah diatas tanah yang dipenuhi darahnya sendiri. Tiba-tiba kesadaran Magar pun muncul, ia tidak tahu harus berbuat apa-apa.Takut, bingung dan linglung.Tanpa berpikir panjang lagi, ia langsung melarikan diri dari tempat kejadian.
Melihat kejadian ituMak Iwan kaget bukan kepala,iaberteriak histeris. Sontak semua orang berdatangan, penasaran dengan teriakan Mak Iwan.Dengan segera Guntur dilarikan kerumah sakit terdekat.Sanak family mulai berdatangan di tempat Guntur dirawat termasuk mempelai wanita,Fitri.
Mereka harap-harap cemas dengan kondisi Guntur, karena sampai dini hari guntur tidak kunjung siuman dari komanya.Orang tua Guntur tak henti-hentinya komat-kamit membaca dzikir, berdoa memohon kepada sang pemberi kehidupan agar Guntur diberi kesempatan untuk hidup. Begitu juga dengan Fitri.Orang paling shock dan terpukul atas kejadian ini.Ia tak henti-hentinya berdoa dengan tetesan-tetesan air mata yang senantiasa mengalir deras dari pelupuk matanya.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 subuh, kondisi Guntur tak semakin membaik, malah sebaliknya.Kondisi Guntur semakin kritis. Tak lama kemudian terdengar suara  teriakan dan tangisan yang pecah dari ruangan Guntur dirawat. Innalillahi wa inna ilaihi rijiaun..sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.[]















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEPATAH KATA DARI SISWA YANG MENINGGALKAN SEKOLAH/ MADRASAH

  Foto Penamatan dan Kelulusan Siswa MAN Pinrang Angk. 2020-2021 Bismillahirrahmanirrahiim Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bap...