Rabu, 20 Januari 2021

ILMU TAFSIR

 MUHKAM DAN MUTASYĀBIH

DALAM AYAT-AYAT AL-QUR'AN 


1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam secara lughawy berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan batil. 

Seluruh ayat al-Qur’an bersifat muhkam.Allah melukiskannya sebagai: 

Artinya: “Kitab yang ayat-ayatnya diperjelas, terbebaskan dari kesalahan dan serta tersusun rapi tanpa cacat” (QS. Hud [11]: 1) 

Allah juga memperkenalkan al-Qur’an sebagai melukiskannya sebagai

Artinya: “Kitab yang Mutasyābih” (QS. Az-Zumar [39]:23) 

Kata mutasyābih (متشابه) terambil dari akar kata asy-Syabbah (الشبة) yang bermakna serupa (tapi tak sama). Yang dimaksud oleh ayat Az-Zumar di atas adalah ayat-ayat al-Qur’an serupa dalam keindahan dan ketepatan susunan redaksinya serta kebenaran informasinya.  

Di tempat lain, Allah berfirman


“Dialah yang menurunkan kepadamu (wahai Nabi Muhammad) al-Kitab; ada di antara ayat-ayat-Nya yang Muhkamat dan ada juga selain itu yang Mutasyābihat” (QS. Ali Imran [3]: 7) 

Yang dimaksud dengan mutasyābih pada ayat Ali Imran ini adalah “samar”. Ini adalah pengembangan dari makna keserupaan di atas. Memang keserupaan dua hal atau lebih, dapat menimbulkan kesamaran dalam membedakannya masing-masing.  

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan muhkam, antara lain: 

1) Ayat yang diketahui maksudnya, baik karena kejelasan redaksinya sendiri, maupun melalui ta’wīl penafsiran. 2) Ayat yang tidak dapat menerima kecuali satu penafsiran. 3) Ayat yang kandungannya tidak mungkin dibatalkan (mansukh). 4) Ayat yang jelas maknanya dan tidak membutuhkan penjelasan dari luar dirinya, atau ayat yang tidak disentuh oleh sedikitpun kemusykilan. 

Mutasyābih juga diperselisihkan definisinya, antara lain: 

1) Ayat-ayat yang hanya Allah yang tahu kapan terjadi apa yang diinformasikannya, seperti kapan tibanya Hari Kiamat, atau hadirnya dabbat (QS. An-Naml [27]: 82). 

2) Ayat yang tidak dapat dipahami kecuali mengaitkannya dengan penjelasan.   

3) Ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna. 

4) Ayat yang mansukh yang tidak diamalkan karena batal hukumnya. 

5) Apa yang diperintahkan untuk diimani, lalu menyerahkan maknanya kepada Allah. 

6) Qaṣaṣul Qur’an, yaitu kisah-kisah dalam al-Qur’an. 

7) Fawatihus Suwar, yaitu huruf-huruf alfabetis yang terdapat pada awal-awal surat.  

Definisi-definisi di atas mengandung kelemahan-kelemahan, sehingga pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa muhkam adalah yang jelas maknanya, sedang yang mutasyābih adalah yang samar. 

2. Sebab-sebab Timbulnya Kesamaran   

Para ulama mengembalikan sebab-sebab timbulnya kesamaran pada tiga hal pokok: 

1) Kesamaran pada lafadz/kata yang digunakan ayat, seperti firman Allah yang menginformasikan sikap Nabi Ibrahim as. Terhadap patung-patung sembahan kaumnya. Firman Allah pada QS. Ash-Shaffat [37]: 93. 


“lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat).” 

Kata yamin tidak jelas maksudnya, apakah dalam arti tangan kanan atau  sumpah, sehingga ayat tersebut dapat dipahami dalam arti Nabi Ibrahim as. : pergi dengan cepat dan sembunyi-sembunyi menuju patung-patung itu, lalu memukulnya dengan tangan kanannya, atau memukulnya dengan keras, atau memukulnya disebabkan oleh sumpah yang pernah diucapkannya bahwa dia akan merusak berhala-berhala itu. 

2) Kesamaran  pada maknanya, seperti uraian al-Qur’an tentang sifat-sifat Allah, misalnya: “Tangan Tuhan di atas tangan mereka” (QS. al- Fath [48]: 10). 

Atau seperti akan datangnya dabbat (دابة) yang akan “berbicara” menjelang Hari Kiamat (QS An-Naml [27]: 82) 

3) Kesamaran pada lafadz dan maknanya, seperti firman Allah : “Dan bukanlah sebuah kebajikan memasuki rumah dari belakangnya” (QS. AlBaqarah [2]: 189).

Penggalan ayat ini dapat dinilai mutasyābih, karena redaksinya yang sangat singkat. Di samping itu maknanya tidak jelas sehingga diperlukan pengetahuan menyangkut adat istiadat masyarakat Arab Jahiliyah/awal masa Islam, menyangkut cara mereka masuk rumah. 

3. Macam-Macam Mutasyābihat dalam Al-Qur’an 

M. Abdul ‘Adzim Al-Zarqany (w. 1948 M) membagi ayat-ayat mutasyābihat menjadi tiga macam: 

a. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Allah berfirman Q.S. Al-An’am [6]: 59)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” 

b. Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyābihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya. Allah berfirman Q.S. An-Nisa’[4]: 3 


“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.”  

Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasanya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asal berbunyi : 

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.”  

c. Ayat-ayat mutasyābihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas: “Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil” 

4. Pandangan Ulama tentang Muhkam dan Mutasyābih 

Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyābihat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah. Contohnya Surah QS.Ar-Rahman ayat 27:

Artinya: “Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” 

Atau dalam QS. Taha [20]: 5 Allah berfirman: 

Artinya: (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy. 

Dalam hal ini Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab: 

a. Madzhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat Mutasyābih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula madzhab Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata: 

Artinya: Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya. Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa’ jelas diketahui oleh setiap orang. akan tetapi, pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada tasyabbuh (penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana cara istiwa’ di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syari’at dipandang bid’ah (mengada-ada). 

Kesahihan mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas. 


“Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam ilmunya, ”kami mempercayai”. 

b. Madzhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan Dzat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Madzhab Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat mutasyābihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf. 

Alasan mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyābihat, menurut mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya. 

Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga mengemukakan dalil naqli berupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi: 

“Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas: “saya adalah di antara orang yang mengetahui takwilnya.” (HR. Ibnu al-Mundzir) 

Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq alId mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika ta’wīl itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya. 

Sejalan dengan ini, para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena tidak dikhawatirkan jatuh ke dalam penafsiran dan penakwilan yang menurut Tuhan salah. Mazhab khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan pendapatnya dengan argumen aql

5. Hikmah Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābih

Setidaknya ada tiga hikmah yang dapat kita ambil dari persoalan Muhkam dan Mutasyābih tersebut, hikmah-hikmah itu adalah: 

a.   Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat Muhkamat, niscaya akan sirnalah ujian keimanan dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas. 

b.   Seandainya seluruh ayat Al-Qur’an Mutasyābihat, niscaya akan  lenyaplah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia. Orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan. 

“Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fussilat [41]: 42) 

c.   Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat  mutasyābihat, menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga mereka akan terhindar dari taqlid, bersedia membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir. 


SUMBER:

M. Taufikurohman, Ilmu Tafsir Kelas XI MA Peminatan Keagamaan,   (Cet. I; Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah  Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2020)

Senin, 18 Januari 2021

KISAH-KISAH DALAM AL-QUR'AN

QASANUL QUR'AN

              Sumber Gambar : https://majalahnabawi.com/kisah-perseteruan-iblis-dan-manusia/

A. Definisi Qasanul Qur'an

Kata Qoṣoṣ berasal dari kata bahasa Arab  Bentuk jamak dari kata Qisṣah Yang berarti mengulang kembali masa lalu

Manna’ Khalil al-Qattan “qashashtu atsarahu” berarti menelusuri jejak. Sedangkan Qiṣaṣ menurut Muhammad Ismail Ibhrahim berarti hikayat berarti cerita. Kata al-qashash adalah bentuk masdar seperti dalam QS. Al-Kahfi [18]: 64 disebutkan:
Artinya: “lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”. 

Secara etimologi, al- Qoṣoṣ mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal). Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-Qasaṣ diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya). 

Adapun yang dimaksud dengan Qoṣoṣul Qur’an, sebagaimana dijelaskan Manna’ul Qaththan adalah: 
Qaṣaṣ Al-Qur’an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang ihwal umat terdahulu, nubuwat (kenabian), kejadian faktual yang terjadi pada umat pada negeri-negeri terdahulu yang diceritakan melalui surah dalam Al-Qur’an.” 

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada kisah-kisah yang dimuat dalam Al-Qur’an semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa Al-Qur’an ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah.

B. Pembagian Qasasul Qur’an
1. Ditinjau dari Segi Waktu
a. Kisah hal-hal gaib pada masa lalu. Kejadian-kejadian gaib yang sudah tidak bisa ditangkap Panca indra yang terjadi di masa lampau. Contohnya:
1). Kisah tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi. Hal ini diceritakan QS. Al-Baqarah [2]: 30;
Artinya: “ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

2). Kisah tentang penciptaan alam semesta, seperti yang terdapat dalam QS. Al-Furqan [25]: 59;
Artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.

3. Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan kehidupannya ketika di Surga, dalam QS. Al-A’raf [7]: 11;
Artinya: “(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik dari pada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”

4). Kisah nabi Nuh, nabi Musa, dan kisah Maryam seperti yang diterangkan dalam QS. Al-Imran [3]: 44; 
Artinya: “Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan pena7 (mereka untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam, dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar.”
 
2. Kisah-kisah gaib yang masih berlangsung hingga masa kini.
Kisah yang menerangkan hal gaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan menyingkap rahasia orang munafik. Contoh:
a. Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadr, diceritakan dalam QS. Al-Qadar [97]: 1-5;
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

b. Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis. Diceritakan dalam QS. Al-A’raf [7]: 13-14; 
Artinya: “Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis men­jawab, "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.”

3. Kisah hal-hal gaib pada masa yang akan datang.
Kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Seperti kisah kemenangan kerajaan Bizantium atas kerajaan Persia yang terjadi 7 tahun setelah Al-Qur’an diturunkan. Kisah ini diabadikan dalam QS. Ar-Rum [30]: 1-4;
Artinya: "Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi).” 

2. Ditinjau dari Materi
Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an menceritakan tentang:

a. Kisah tentang perjalanan dakwah para rasul, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang, serta pengikut mereka. Contoh kisah para nabi dan rasul yang 25, seperti kisah nabi Ibrahim dan mukjizatnya pada QS. Al-Anbiya’ [21]: 69;
Artinya: “Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”

b. Kisah kesalehan orang-orang yang belum diketahui status kenabiannya agar diteladani dan kisah tokoh-tokoh durjana masa lalu agar dijauhi dan tidak diikuti. Contoh kisah tentang Luqman dalam QS. Luqman [31]: 12-13; 
Artinya: “Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha 
Terpuji.”
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. seperti kisah tentang kekalahan umat Islam pada perang Uhud dalam QS. Ali Imran [3]: 165;
Artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

3. Ditinjau dari Segi Pelaku
Jika ditinjau dari segi pelakunya, maka kisah-kisah dalam Al-Qur’an dibagi menjadi beberapa macam:
1. Kisah tentang manusia, yaitu kisah yang pelakunya adalah mansuia. Seperti kisah yang menceritakan tentang para nabi dan rasul, kisah Ali ‘Imran, kisah Sayyidah Maryam, kisah Fi’aun, kisah Qarun dan sebagainya. Dalam QS. Al- Qoṣoṣ [28]: 38 Al-Qur’an menceritakan kedurhakaan Fir’aun dengan mangaku dirinya sebagai tuhan;

Artinya: “Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta

2. Kisah tentang malaikat, yaitu kisah yang pelakunya malaikat. Seperti QS. Hud [11]: 69-70, yang mengisahkan bahwa malaikat datang kepada nabi Ibrahim dan nabi Luth dengan menjelma sebagai seorang tamu;

Artinya: “Dan para utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, "Selamat." Dia (Ibrahim) menjawab, "Selamat (atas kamu)." Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang (69) Maka ketika dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, dia (Ibrahim) mencurigai mereka, dan merasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, "Jangan takut, sesungguhnya kami diutus kepada kaum Lut (70)

3. Kisah yang digambarkan oleh jin. Seperti kisah jin Ifrit yang disebutkan dalam QS. An-Naml [27]: 39-40;

Artinya: “Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata, "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya” )٣٩( “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihatsinggasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Maha Mulia” (40)

4. Binatang, yaitu kisah yang pelakunya adalah binatang. Contoh dalam QS. An-Naml [27]: 18-19 Al-Qur’an menceritakan tentang burung yang terdapat pada zaman nabi Sulaiman;

Artinya: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari (18) maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”(19) 
 
4. Ditinjau dari Segi Panjang Pendeknya
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dilihat dari panjang pendeknya terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Kisah Panjang. Contohnya kisah Nabi Yusuf as. dalam surat Yusuf yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf as., sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.
2. Kisah yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek (tengah-tengah antara kisah panjang dan kisash pendek), seperti kisah Maryam dalam surah Maryam, kisah Ashabul Kahfi dalam surah al-Kahfi, kisah Nabi Adam as. dalam surat Al Baqarah dan surat Thaha.
3. Kisah Pendek, kisah yang diceritakan dalam jumlah yang tidak lebihh dari sepuluh ayat. Seperti kisah Nabi Hud as. dan Nabi Luth as. dalam surat Al-A’raf 
 
5. Ditinjau dari Jenisnya
Dilihat dari jenisnya, kisah-kisah dalam Al-Qur’an terbagi menjadi beberapa bagian sebagai beriktu:
a. Kisah tentang sejarah
Kisah yang berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti sejarah para nabi dan rasul sebagaimana disebutkan di atas. 
b. Kisah Perumpamaan
Perumpamaan ini merupakan metode Al-Qur’an untuk memperjelas suatu makna tertentu. Seperti Allah mengumpamakan keimanan (tauhid) dengan pohon yang senantiasa menghasilkan buah yang baik, sebagaimana dalam QS. Ibrahim [14]: 24-25; 

Artinya:“tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (24) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (25) 


BERSAMBUNG............................ 

C. Faedah Qaṣaṣul Al-Qur’an 

Setelah Ananda memahami tentang pengertian dan pembagian Qoṣoṣul Qur’an beserta contoh ayatnya, selanjutnya Ananda diharapkan mampu memahami faedah dari Qoṣoṣul Qur’an. Di antara faedah Qaṣaṣul Qur’an adalah sebagai berikut: 

1. Dapat memahami metode dakwah yang dilakukan para nabi dan rasul dalam mengajak umatnya untuk mentauhidkan Allah Swt. Seperti metode berdakwah nabi Musa dan nabi Harun terhadap Fir’aun dan kaumnya. Kisah ini dijelaskan dalam QS. Thaha [20]: 42-44;  

Artinya: “Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku (42) Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas (430; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut”(44)  
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.  
3. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya. 
4. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. 
5. Menyibak kebohongan para ahli kitab dengan hujjah (dalil atau dasar pemikiran) yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang mereka sebelum kitab itu diubahnya.

D. Hikmah Pengulangan Kisah dalam Al-Quran
Di dalam kitab suci Al-Qur’an banyak sekali kisah-kisah yang disebutkan berulangulang. Hanya saja pengulangan kisah-kisah Itu dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal tersebut mengandung hikmah yang di antaranya: 
a. Menjelaskan ketinggian mutu sastra balaghah Al-Qur’an, terbukti bisa mengungkapkan kisah sampai beberapa kali tetapi dalam ungkapan yang berlainan sehingga tidak membosankan bahkan mengasyikkan pendengarnya. 
b. Membuktikan ketinggian mu’jizat Al-Qur’an, yakni bisa menjelaskan satu makna (satu kisah) dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam-macam. 
c. Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah-kisah Al-Qur’an sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang sampai beberapa kali agar dapat lebih meresap terpatri dalam hati sanubari. d. Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap kali pengulangan penyebutan kisah AlQur’an itu, sehingga menunjukkan banyaknya tujuan penyebutan kisah sebanyak pengulangannya 
 
E. Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an merupakan kisah ilahiah, yaitu sumber kisah-kisah dalam Al-Qur’an berasal dari Allah Swt. Karena itu, kebenaran setiap kisah-kisah Al-Qur’an besifat mutlak dan tidak dapat diragukan lagi. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an memiliki karakter yang khas yang membedakannya dari kisah-kisah yang dibuat manusia. Di antarnya karakter kisah-kisah Al-Qur’an sebagai berikut: 
a. Kisah dalam Al-Qur’an disampaikan dengan gaya bahasa yang indah dan sederhana, sehingga mudah dipahami oleh para pembacanya dari semua kalangan.
b. Materi kisah dalam Al-Qur’an bersifat universal, sesuai dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dari masa ke masa.
c. Kebenarannya dapat dibuktikan secara filosofis dan ilmiah melalui bukti-bukti sejarah. d. Banyak kisah yang disampaikan melalui dialog yang dinamis dan rasional sehingga dapat merangsang imajinasi pembaca. 
 
6. Tujuan Qaṣaṣul Qur’an
Setiap muslim mengimani bahwa Allah Swt. Maha Suci dari perbuatan sia-sia. Dalam menurunkan ayat Al-Qur’an yang memuat kisah-kisah tentu Allah Swt. memiliki maksud dan tujuan yang dikehendakiNya. Di antara tujuan adanya kisah-kisah dalam AlQur’an dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
a. Untuk menetapkan kebenaran bahwa Rasulullah Saw. menerima wahyu dari Allah Swt. Adanya kisah-kisah dalam Al-Qur’an, khususnya kisah-kisah ghaib yang tak dapat dijangkau akal manusia justru menguatkan kebenaran apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw. bersumber dari Tuhannya. Selain itu, keadaan nabi Muhammad Saw. sebagai rasul yang ummi dapat dijadikan hujjah untuk melemahkan tuduhan orang-orang kafir bahwa Al-Qur’an hasil imajinasi nabi Muhammad Saw. yang diilhami oleh para tukang sihir. 
b. Untuk dijadikan pelajaran bagi manusia. Ada dua aspek yang terkandung dalam kisahkisah Al-Qur’an: pertama, tentang kekuasaan dan kebesaran Allah Swt., kedua, menjelaskan bahwa dakwah para nabi dan rasul mengarah pada substansi yang sama, yaitu mentauhidkan Allah Swt. 
c. Meneguhkan jiwa nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah kepada umatnya. Dengan dikisahkan kepadanya tentang pengingkaran dan kedurhakaan umat-umat masa silam, maka jiwa nabi Muhammad Saw. menjadi lebih kuat sebab cobaan yang dihadapi pernah terjadi pada nabi dan rasul terdahulu. 
d. Memberikan pendidikan akhlak dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam Al-Qur’an terdapat banyak kisah-kisah teladan yang dapat dicontoh dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. 
 
SELESAI......




Sabtu, 09 Januari 2021

KEMATIAN DAN KEHIDUPAN DI ALAM BARZAH

 APA ITU MATI.....?

APA ITU ALAM BARZAH..?

KEMANA KITA SETELAH MATI..?


Sumber Gambar : https://intisari.grid.id/read/0374618/riwayat-simbol-mati-nyala

Seringkali kita sebagai manusia biasa, mendapat pertanyaan-pertanyaan di atas. Atau bahkan kita sendiri sering bertanya-tanya tentang apa itu mati? apa itu alam Barzah? atau kemana kita setelah mati? Untuk lebih jelasnya, pada pembahasan kali ini kita akan membahas seluk beluk kematian dan alam yang dilalui manusia setelah manusia mati.

 

A. Kematian

Seluruh yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, termasuk di dalamnya adalah manusia. Bagi manusia, kematian merupakan pintu gerbang untuk memasuki alam akhirat. Tidak ada manusia yang lolos dari kematian. Namun demikian, hanya sedikit yang mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang pasti datang tersebut. Orang yang lalai menyambut datangnya kematian, akan mengalami kematiannya dengan sebutuan su’ul khatimat, tetapi bagi orang yang senantiasa mempersiapkan diri untuk menyambut kematian dengan beramal saleh dan berharap rida Allah Swt., maka baginya adalah husnul khatimah. Tentang kepastian datangnya kematian ini, Allah Swt., berfirman:

Artinya: tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.(QS. Al-Ankabut [29]: 57)

Allah Swt. telah menginformasikan kepada seluruh umat manusia, bahwa setiap jiwa akan merasakan kematian. Hanya Allah Yang Maha Hidup, tidak akan mati. Adapun jin, manusia, malaikat, semua akan mati. Kematian merupakan sesuatu yang sangat menakutkan. Maut merupakan ketetapan Allah Swt. yang akan mendatangi seluruh orang yang hidup dan tidak ada yang dapat menolak maupun menahannya. Maka kita harus menyiapkan diri untuk menghadapinya dengan keimanan dan amal saleh.

Di masa modern ini memang ada banyak usaha untuk memperpanjang umur. Namun semuanya gagal. Ini setelah ditemukan bahwa sel akan mati, karena kematian ada di dalamnya. Inilah yang diinformasikan Rasulullah Saw. berikut: “Wahai para hamba Allah, berobatlah, karena Allah selalu memberikan obat untuk semua penyakit kecuali ketuaan,” (HR. Ahmad). Pada QS. al-Mulk (67): 2, Allah Swt. berfirman:

Artinya: yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, (QS. Al-Mulk [67]: 2)

Pada ayat ini, kita mendapati bagaimana Allah membicarakan kematian sebelum kehidupan. Allah menginformasikan kepada kita bahwa kematian adalah makhluk seperti kehidupan. Orang jahiliah menduga bahwa kematian itu datang secara tiba-tiba dan membabi buta. Padahal ada proses yang luar bisa, yang sangat mirip dengan program komputer. Para ahli memastikan bahwa kematian itu sudah diprogram sedemikian rupa oleh Allah Swt. yang setiap orang akan mengalaminya, yaitu ada pada setiap sel tubuh.

Program kematian dimulai bersamaan dengan sel pertama yang menjadi bahan dasar manusia. Program ini mendampingi manusia hingga ia menemui ajalnya dengan sistem luar biasa yang tidak ada cela sama sekali. Allah Swt. berfirman:


Artinya: Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau kamikah yang menciptakannya? Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan, (QS. Al-Waqi’ah [56]: 58-60)

Dengan demikian, kematian pastilah datang. Kemanapun manusia lari, dan di manapun manusia bersembunyi untuk menghindari kematian, maka apabila kematian sudah saatnya datang, maka tidak ada satupun orang yang dapat menghindarinya. Allah Swt. berfirman:

Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al-Jumu’ah [62]: 8)

Dalam ajaran agama-agama samawi, kematian mempuyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian.

Tanpa pemahaman yang tepat tentang kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Al-Qur’an menjelaskan kehidupan dunia dengan istilah al-hayat ad-dunya (kehidupan yang rendah), dan kehidupan akhirat dengan istilah al-hayawan (kehidupan yang sempurna), sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-‘Ankabut (29): 64 berikut:

Artinya: Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan. (QS. Al-‘Ankabut [29]: 64)

Satu-satunya jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesempurnaan itu adalah kematian. Al-Raghib al-Isfahani menjelaskan: “Kematian yang dikenal sebagai perpisahan ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantar manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain.”

Ada beberapa istilah yang digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan kematian, antara lain al-wafat (wafat), imsak (menahan), sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (QS. Az-Zumar [39]: 42)

Dalam ayat yang lain, Allah menyipati kematian sebagai musibah/malapetaka. Istilah ini ditujukan kepada manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Pengertian ini dimaksudkan bagi orang-orang yang ditinggalkan, dan sekaligus bagi mereka yang mati tetapi tidak membawa bekal yang cukup untuk hidup di negeri seberang, sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Māidah [5]: 106.

B. Keadaan Orang Mati


Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgU3tqdWVjAF1gbv68AjAUR89LC0XVltnSto0z_tMVD8Hl58d8Sb_U6xhm_bcU-RPNqpSMRLDyNoWi4AUQN7wKQOW5CPi64H0kAAbzKk8t5D25RPC5kILZ2sa4iLbCRYWRGrKfmFRDZFuFQ/s1600/Khusnul+Khotimah.png

Umur seseorang di dunia ini adalah salah satu takdir Allah yang sudah ditetapkan kepada yang bersangkutan. Jika ia mempergunakannya untuk mengerjakan amal-amal yang bermanfaat, baginya di akhirat kelak akan mendapatkan keuntungan, begitu juga sebaliknya jika dipergunakan untuk kemaksiatan dan belum sempat bertaubat ketika ajal menjemput, maka dia termasuk golongan orang-orang yang merugi. Orang yang takut akan akibat perbuatan dosa, adalah termasuk orang yang cerdas, karena dia menyadari sebelum dosa-dosanya itu menjadi penyebab kehancurannya, maka dia akan segera bertaubat, dan tidak akan mengulanginya. Ibnu Mas’ud berkata:

“Seseorang yang beriman setiap kali melihat dosanya, ia seolah-olah sedang duduk di bawah gunung dan khawatir gunung itu menimpa dirinya.” (HR. Bukhari). Untuk itu, orang yang cerdas akan selalu berusaha memperbaiki diri sehingga di akhir hayatnya akan berada dalam keadaan yang baik (husnul khatimah), jangan sampai di akhir hayatnya dalam keadaan yang buruk (su’ul khatimah).

Proses kematian yang dialami seseorang berbeda-beda. Allah Swt. menginformasikan tentang bagaimana malaikat Izrafil melaksanakan tugas mencabut nyawa. Ada yang dicabut dengan keras, seperti dicabutnya duri dari kapas, tetapi ada yang dicabut dengan lemah lembut, seperti orang tidur.Allah Swt. berfirman:

Artinya: Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut. (QS. An-Nāzi’āt [79]:1-2)

Orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan menghadapi kematian dengan tenang, karena dalam dirinya ada kesadaran bahwa kematian itu pasti datang, bahkan Allah Swt. telah menginformasikan bahwa malaikat akan turun untuk menghiburnya dengan kabar gembira tentang surga yang dijanjikan. Hal tersebut difirmankan oleh Allah. Swt. sebagai  berikut:

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (QS. Fushilat [41]: 30)

Tetapi bagi orang kafir, malaikat akan mendatanginya dengan membentaknya dan memukul muka dan belakang mereka seraya menyampaikan informasi tentang balasan orang kafir, yaitu neraka yang akan membakarnya. Hal itu diinformasikan Allah dalam QS. al-Anfāl (8): 50.

Artinya: Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri). (QS. Al-Anf Anfāl [8]: 50)

Adapun orang ẓalim, akan didatangi malaikat dengan membentak dan memukulnya seraya menyampaikan informasi tentang balasan orang ẓalim, yaitu siksaan yang sangat menghinakan. Allah swt. berfirman:

Artinya: Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-An’am [6]: 93)

1. Husnul Khatimah

Sumber Gambar: https://tabungwakaf.com/wp-content/uploads/2015/10/logo.jpg

a. Pengertian husnul khatimah

Istilah husnul khatimah sudah menjadi kosa kata yang sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Istilah ini digunakan untuk mengungkapkan keadaan orang yang meninggal dunia dalam keadaan baik. Allah swt.  mengingatkan kepada orang-orang yang beriman agar senantiasa menjaga keislamannya sampai ajal datang, sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran [3]: 102)

Begitu juga Allah memerintahkan kepada umat manusia untuk menjaga kemurnian akidahnya dengan cara hanya menyembah kepada Allah sampai dengan datangnya sesuatu yang pasti (kematian). Allah Swt. berfirman:

Artinya: Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr [15]: 99)

Oleh karena itulah, seorang muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keimanannya sehingga ketika meninggalkan alam fana ini dalam keadaan husnul khatimah. Apabila telah khilaf dalam perbuatan dosa dan maksiat maka segera memohon ampun kepada Allah Swt, seraya bertaubat dengan taubatan nashuha, dan menebus kesalahan tersebut dengan amal yang baik. Rasulullah Saw.bersabda:

Artinya: “Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah memanfaatkannya”. Para sahabat bertanya,”Bagaimana Allah akan memanfaatkannya?” Rasulullah menjawab,”Allah akan memberinya taufiq untuk beramal saleh sebelum dia meninggal.” (HR. Ahmad, Tirmidzi).

b. Tanda-tanda husnul khatimah

Pertanda orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah ada yang hanya diketahui oleh orang yang sedang sakaratul maut, dan ada pula yang diketahui oleh orang lain.

Tanda-tanda orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah di antaranya adalah:

1) Mengucapkan kalimat tauhid menjelang ajal. Dalilnya adalah hadiś riwayat al-Hakim dan lainnya, bahwasannya Rasullullah Saw. bersabda : 

Artinya: “Barangsiapa yang akhir ucapannya la ilaha illallah , maka ia masuk surga”. (HR. Hakim)

2) Meninggal dunia di jalan Allah, meninggal dalam keadaan sabar ketika ditimpa penyakit pes, TBC, sakit perut, radang selaput dada, tenggelam.

Artinya: “Siapakah orang yang syahid menurut kalian?” Para sahabat menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid”. Rasulullah bersabda,”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari umatku sedikit,” mereka bertanya,”Kalau begitu, siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Orang yang mati di jalan Allah, maka ia syahid.

Orang yang mati karena sakit tha’un, maka ia syahid. Barangsiapa  yang mati karena sakit perut, maka ia syahid. Dan orang yang (mati) tenggelam adalah syahid”. (HR. Muslim)

3) Meninggal pada hari Jum`at. Rasulullah Saw. bersabda :

Artinya: “Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum`at atau malam Jum`at, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur”. (HR Ahmad dan Tirmidzi)

4) Bagi wanita, meninggal saat melahirkan, ataupun meninggal saat sedang hamil, Rasulullah Saw.bersabda: 

Artinya: “Dan wanita yang dibunuh anaknya (karena melahirkan) masuk golongan syahid, dan anak itu akan menariknya dengan tali pusarnya ke Surga.” (HR. Ahmad)

5) Meninggal karena sedang ribath (menjaga wilayah perbatasan), Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik daripada puasa beserta salat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus mengalir, dan akan diberikan rizki baginya, dan ia terjaga dari fitnah”. (HR. Muslim)

6) Meninggal dalam keadaan melakukan amal saleh, Rasulullah Saw.bersabda:

Artinya: “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah karena mencari wajah (pahala) Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa berpuasa karena mencari wajah Allah kemudian amalnya diakhiri dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa bersadaqah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga. (HR Imam Ahmad dan selainnya)”.

7) Meninggal karena mempertahankan harta dari perampokan atau pembegalan.

Artinya: Dari Abu Hurairah Ra., ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah Saw. .,ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?” Beliau bersabda, “Jangan kau beri kepadanya.” Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.” “Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, ia balik bertanya. “Engkau dicatat syahid”, jawab Nabi Saw. “Bagaimana jika aku yang membunuhnya?”, ia bertanya kembali. “Ia yang di neraka”, jawab Nabi Saw. (HR. Muslim).

c. Upaya mendapatkan husnul khatimah

1) Melakukan ketaatan kepada Allah secara terus-menerus, menjauhkan diri dari perbuatan syirik, Allah Swt. berfirman:


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri) ”. (QS. Ali-Imran [3]: 102)

2) Berdoa kepada Allah Swt. dengan sungguh-sungguh agar meninggal dalam keadaan husnul khatimah

3) Berusaha untuk selalu memperbaiki diri, secara lahir dan batin.

2. Su’ul Khatimah

Sumber Gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEho54QKpD4DPDXZaE8alFaYYgsnqaNp9VLRXuYBMZMhVgpWM35axPAx_VR8j9zK4PIOUdhOQsqF-0liJ9TgWMQSKYfGNn68iRxSsNB26Kq_6OnkH6DMQLbPG7KfShGQQ2GSF9l12Q6AZTg/s640/Keadaan-Manuisa-Saat-Bangkit-Dari-Kubur.png

a. Pengertian su’ul khatimah

Su’ul artinya jelek atau buruk dan khatimah artinya penutup. Yang dimaksud dengan su’ul khatimah adalah penutup kehidupan dunia yang buruk, seperti seseorang meninggal dunia dalam keadaan durhaka kepada Allah Swt.

ataupun orang yang meninggal ketika sedang melaksanakan maksiat. Allah Swt. telah mendeskripsikan tentang orang-orang yang beriman itu mempunyai dua sikap dalam hidupnya. Pertama, sikap takut yang besar kepada Allah. Kedua, sikap tekat/kemauan yang kuat untuk berbuat sebaik mungkin, sebagaimana firman-Nya:

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun),dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS. Al- Mukminum [23]: 57-61)

Karena beriman akan datangnya kematian, dan akan adanya hisab, maka orang-orang beriman itu selalu takut (khauf) kepada Allah. Rasa takutnya kepada Allah ini diwujudkannya dengan penuh harap akan datangnya pertolongan dari Allah Swt. sehingga mereka selalu menjaga diri untuk sesegera mungkin untuk melakukan amal kebaikan. Mereka selalu beramal baik dalam rangka menghindari akhir hayat yang buruk (su’ul khatimah).

b. Tanda-tanda su’ul khatimah

1) Sulit dibimbing mengucapkan ẓikir/lā ilāha illallāh ketika menghadapi sakratul maut.

2) Sering melalaikan salat.

3) Suka mengkonsumsi khamar.

4) Durhaka kepada orang tua.

5) Suka berbuat zalim terhadap orang lain.

6) Melakukan dosa besar, keji, dan tidak mau bertaubat kepada Allah swt.

c. Sebab-sebab su’ul khatimah

a. Rusaknya aqidah (keyakinan).

b. Menunda-nunda taubat.

c. Adanya ketergantungan kepada dunia, danterjerumus kepada jalan-jalan yang terlarang.

d. Menyeleweng dari jalan yang lurus dan menolak terhadap kebenaran serta petunjuk.

e. Gandrung kepada kemaksiatan.

b. Bunuh diri dengan segala macam caranya

BERSAMBUNG......!!!!


C. Alam Barzakh (Alam Kubur) 

1. Pengertian Barzakh
    Kamus Istilah Keagamaan yang diterbitkan oleh Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI menjelaskan Barzakh sebagai berikut: (1) Alam transisi antara dunia dan akhirat sebagai tempat roh orang mati berada (alam yang memisahkan kehidupan dunia dengan akhirat); (2) Keadaan seorang sufi yang mengalami fana dan baqa yang seakan-akan terhalang atau terpisah dari kesadaran tentang lingkungan sosialnya; (3) penghalang, pembatas di antara dua hal atau kawasan. Adapun yang dimaksud barzakh dalam bahasan ini adalah sebagaimana yang terdapat dalam nomor 1.
    Al-Qur’an menyebutkan sebanyak tiga kali, yaitu dalam QS. al-Mu’minun (23) : 100, QS. ar-Rahman (55) : 20, dan dalam QS. al-Furqan (25) : 53, namun hanya surah Mukminun yang memiliki makna yang sesuai dengan pembahasan ini:


Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata:” Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia ), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Mukminun [23]: 99-100)

Sedangkan secara terminologi, barzakh didefinisikan sebagai suatu alam yang terdapat di antara dunia dan akhirat, yang pada saat itu ruh manusia yang sudah meninggal dunia berada di alam tersebut untuk menunggu datangnya Hari Kebangkitan (yaum al-ba’ts), yang merupakan awal dari kehidupan akhirat.

Dengan definisi ini, barzakh dimaksudkan sebagai suatu alam atau tempat yang merupakan terminal persinggahan ruh manusia setelah kematian, yaitu setelah ruh terpisah dari jasadnya. Di alam barzakh inilah ruh manusia berada dan menunggu sampai datangnya hari kebangkitan yang juga lazim disebut hari kiamat.

2. Keadaan Mayit dan Ruh Di Alam Barzakh
Setelah mayit dikubur, maka kubur akan menghimpit dan menjepit dirinya. Tidak seorangpun dapat selamat dari himpitannya. Beberapa hadiś menerangkan bahwa kubur menghimpit Sa’ad bin Muadz Ra., padahal kematiannya membuat ‘arsy bergetar, pintu-pintu langit terbuka, serta malaikat sebanyak tujuh puluh ribu menyaksikannya. Imam an-Nasa’i meriwayatkan dari Ibn Umar Ra., bahwa
Rasulullah Saw. bersabda : 

Artinya: Inilah yang membuat ‘arsy bergerak, pintu-pintu langit dibuka, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Sungguh ia dihimpit dan dijepit (oleh kubur), akan tetapi kemudian dibebaskan.” (HR. An-Nasa’i)

Di samping itu, kondisi alam kubur adalah gelap gulita. Rasulullah Saw.bersabda sehubungan dengan kematian seorang sahabat yang biasa menyapu di masjid Nabawi sebagai berikut: 

Artinya: Dari sahabat Abu Hurairah Ra.,bahwa seorang wanita hitam atau seorang pemuda yang biasa menyapu di masjid Nabawi pada masa Rasulullah. Rasulullah Saw..,tidak mendapatinya sehingga beliau Saw., menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia telah meninggal’. Beliau Saw., berkata, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Abu Hurairah berkata, ‘Seolah-olah mereka meremehkan urusannya’. Beliau Saw., bersabda, ‘Tunjukkan kuburnya kepadaku’. Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun kemudian menyalati wanita itu, lalu bersabda, “Sesungguhnya kuburan kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allâh Swt. menyinarinya bagi mereka dengan salatku terhadap mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hani’ Ra,, bekas budak Utsman bin Affan Ra. berkata, “Kebiasaan Utsman bin Affan jika berhenti di sebuah kuburan, beliau menangis sampai membasahi janggutnya. Lalu beliau ditanya, ‘Disebutkan tentang surga dan neraka tetapi engkau tidak menangis. Namun engkau menangis dengan sebab ini (melihat kubur), (Mengapa demikian?)’ Beliau, ‘Sesungguhnya Rasulullah Saw.., bersabda, (yang artinya) ‘Kubur adalah persinggahan pertama dari (persinggahan-persinggahan)  akhirat. Bila seseorang selamat dari (keburukan)nya, maka setelahnya lebih mudah darinya; bila seseorang tidak selamat dari (keburukan)nya, maka setelahnya lebih berat darinya.’ Rasulullah Saw.juga bersabda, ‘Aku tidak melihat suatu pemandangan  pun yang lebih menakutkan daripada kubur.’” (HR. at-Tirmidzi dan ibnu Majah).

Adapun keberadaan ruh di alam barzakh akan terus seperti apa adanya, dan tidak akan hancur ataupun punah. Ruh manusia tetap eksis dan tidak akan hancur, karena ruh manusia itu ciptaan yang berasal dari ruh Tuhan. Oleh sebab itu, ruh dalam ajaran Islam ditegaskan tidak akan hancur dan akan terus ada, sebagaimana dijelaskan Allah dalam QS. al-Sajdah (32):9, QS. al-Hijr (15): 29, QS. Sad (38): 72, QS. al
Anbiya’ (21): 91, dan QS. al-Tahrim (66): 12. Pada ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa setelah Allah menyempurnakan kejadian bentuk jasmani manusia, kemudian ditiupkan ke dalamnya ruh. Itulah sebabnya ketika kematian tiba, dan kemudian jasad manusia dikebumikan dan hancur, ruh tetap ada dan tidak akan punah.

3. Fitnah (Ujian) Kubur
Jika seorang hamba telah diletakkan di dalam kubur, dua malaikat akan mendatanginya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Inilah yang dimaksud dengan fitnah (ujian) kubur. Dalam hadiś shahih riwayat Imam Ahmad dari sahabat al-Barro bin ‘Azib Ra., Rasulullah Saw.bersabda yang artinya: Kemudian dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya, lalu keduanya bertanya, “Siapakah Rabbmu ?” Dia (si mayyit) menjawab, “Rabbku adalah Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apa agamamu?” Dia menjawab: “Agamaku adalah al-Islam”. Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?” Dia menjawab, “Beliau utusan Allâh”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah ilmumu?” Dia menjawab, “Aku membaca kitab Allâh, aku mengimaninya dan membenarkannya”. Lalu seorang penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) benar, berilah dia hamparan dari surga, (dan berilah dia pakaian dari surga), bukakanlah sebuah pintu untuknya ke surga. Maka datanglah kepadanya bau dan wangi surga. Dan diluaskan baginya di dalam kuburnya sejauh mata memandang. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah tampan kepadanya, berpakaian bagus, beraroma wangi, lalu mengatakan, “Bergembiralah dengan apa yang menyenangkanmu, inilah harimu yang engkau telah dijanjikan (kebaikan)”. Maka ruh orang Mukmin itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa kebaikan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang saleh”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, tegakkanlah hari kiamat, sehingga aku akan kembali kepada istriku dan hartaku”.

Pertanyaan ini juga dilontarkan kepada orang kafir, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Saw., yang artinya: Kemudian ruhnya dikembalikan di dalam jasadnya. Dan dua malaikat mendatanginya dan mendudukannya. Kedua malaikat itu bertanya, “Sipakah Rabbmu?” Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”. Kedua malaikat itu bertanya, “Apakah agamamu?” Dia menjawab, “Hah, hah, aku tidak tahu”. Kedua malaikat itu bertanya, “Siapakah laki-laki yang telah diutus kepada kamu ini?”Dia menjawab: “Hah, hah, aku tidak tahu”. Lalu penyeru dari langit berseru, “HambaKu telah (berkata) dusta, berilah dia hamparan dari neraka, dan bukakanlah sebuah pintu untuknya ke neraka.” Maka panas neraka dan asapnya datang mendatanginya. Dan kuburnya disempitkan, sehingga tulang-tulang rusuknya berhimpitan. Dan datanglah seorang laki-laki berwajah buruk kepadanya, berpakaian buruk, beraroma busuk, lalu mengatakan, “Terimalah kabar yang menyusahkanmu ! Inilah harimu yang telah dijanjikan (keburukan) kepadamu”. Maka ruh orang kafir itu bertanya kepadanya, “Siapakah engkau, wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan?” Dia menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk”. Maka ruh itu berkata, “Rabbku, janganlah Engkau tegakkan hari kiamat”.

4. Nikmat kubur dan siksa kubur
Orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah akan mendapatkan nikmat kubur, sementara yang meninggal dalam keadaan su’ul khatimah akan mendapatkan siksa kubur. Penjelasan tentang adanya nikmat kubur adalah firman Allah Swt dalam QS. Ali Imran : 169 berikut:

Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (QS.Ali Imran [3]:169)

Barzah tidak hanya dikhususkan bagi para Nabi, Rasul, Syuhada dan orang mukmin saja, akan tetapi juga disediakan untuk para kafir yang membangkang seperti Fir’aun dan para pengikutnya, Allah Swt., berfirman dalam QS. Al-Mukmin ayat 45-46 berikut:
 
Artinya: Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang Amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (QS. Al-Mukmin [40]: 45-46)

Ayat-ayat di atas dengan sangat jelas menginformasikan tentang adanya nikmat kubur yang diterima oleh para Nabi, Rasul dan seluruh orang yang beriman, ataupun siksaan yang akan ditimpakan kepada orang yang hidupnya dipenuhi dengan kemaksiatan dan kekufuran.

Di alam barzakh, manusia akan mendapatkan pertanyaan kubur, kesenangan atau kesulitan sesuai dengan derajat keimanannya. Alam barzakh merupakan tempat penyucian bagi orang-orang yang beriman untuk meringankan perhitungan mereka di akhirat (tasfiyah). Kondisi manusia di alam barzakh dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Kelompok orang yang mendapatkan nikmat dan kebahagiaan. 
    Kelompok orang yang mendapatkan nikmat kubur adalah orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah, dan orang-orang yang mendapatkan pengampunan dari Allah Swt. Inilah karunia bagi orang-orang yang soleh. 

Jangan kamu kira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, tapi sesungguhnya mereka hidup di sisi tuhan mereka dan mendapat rezeki.”(QS. Ali-Imran [3]: 169).

b. Kelompok orang yang mendapatkan siksaan dan kesengsaraan.
Inilah siksa bagi orang-orang kafir, durhaka, berdosa, zalim, para tiran, dan semacamnya. 

Kepada mereka ditayangkan neraka pagi dan petang, dan pada saat datangnya hari kiamat (ia berkata): “Masukkan keluarga Firaun dalam siksa yang paling berat.” (QS. Al-Mukmin [40]: 46)

c. Kelompok orang yang dibiarkan saja tanpa kenikmatan dan tanpa siksaan. Mereka seperti tertidur saja, dan tersentak ketika hari kiamat tiba. Ini adalah kondisi orang-orang yang melakukan maksiat dan dosa di dunia, tetapi tidak sebesar dosa dan maksiat yang dilakukan oleh kelompok kedua. “dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; 

"Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". seperti Demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan  keimanan (kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; Maka Inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya).” (QS. Al-Rum [30]: 55-56). 



Sumber: 

BUKU




SEPATAH KATA DARI SISWA YANG MENINGGALKAN SEKOLAH/ MADRASAH

  Foto Penamatan dan Kelulusan Siswa MAN Pinrang Angk. 2020-2021 Bismillahirrahmanirrahiim Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bap...