Rabu, 10 Februari 2021

TAFSIR ILMU TAFSIR

AL-'AM

A. AL-'AM

  1. Pengertian ‘Am  

Al-‘Am secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara istilah al-‘Am adalah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. Sementara itu pengertian al-‘am menurut ulama lainnya adalah sebagai berikut : 

a. Menurut Al Ghazali (w. 478 H) al-‘Am adalah suatu lafadz yang dari suatu segi menunjukkan dua makna atau lebih.  

b. Menurut Jalaludin As-Suyuthi (w. 911 H) lafadz al-’Am adalah lafadz yang mencakup seluruh satuan-satuan yang pantas baginya dan tidak terbatas dalam jumlah tertentu. 

c. Menurut Dr. Subhi Shalih (w. 1986 M) lafadz al-‘Am adalah suatu lafadz yang di dalamnya menunjukkan pengertian umum menurut makna yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu. 

d. Menurut istilah ushul fiqih adalah : 

 

“Lafaz yang mencakup akan semua apa saja masuk padanya dengan satu ketetapan & sekaligus” Dari beberapa pengertian di atas, secara substansial tidak memiliki perbedaan makna. Artinya, suatu lafadz bisa dikatakan ‘am apabila kandungan maknanya tidak memberikan batasan pada jumlah yang tertentu.  Contoh lafaz al-’Am seperti lafaz "laki-laki" (لَجا ِِّالر ) dalam lafaz tersebut mencakup semua laki-laki atau lafaz "manusia" (الناس) itu mencakaup semua manusia 

2. Karkteristik Lafadz Al-‘Am

Berdasarkan hasil penelitian para ulama terhadap kata-kata dan susunan kalimat bahasa arab yang terkandung di dalam Al-Qur’an, lafadz-lafadz yang menunjukkan lafadz umum adalah sebagai berikut :

a. Lafadz kullu ( )ك ل dan jami’ ( )جميع . Seperti dalam QS. At Thur [52]: 21, 

 

 “.…..tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan.  

b. Sighat jama’ yang disertai alif dan lam (ال) di awalnya, seperti lafadz al walidat dalam QS. Al Baqarah [2]: 233. 


“Para ibu (hendaknya) menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya” . (QS Al Baqarah [2] : 233) 

c. Kata benda tunggal yang di-ma’rifah-kan dengan alif lam (ال), seperti lafadz al-insan dalam QS. Al-‘Asr [103]: 2. 

 

“Sesungguhnya manusia dalam kerugian.” (QS. Al-Asr : 2) d. Isim syarat (kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata man (من) dalam QS. An-Nisa’  [4]: 92 

 

…..dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tidak disengaja )hendaklah( ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya )si terbunuh itu(, kecuali jika mereka )keluarga terbunuh( bersedekah…….(QS. An-Nisa’ [4]: 92) 

e. Isim nakiroh (indefinite noun) yang di-nafi-kan, seperti kata ( )لجناح dalam QS. Al-Mumtahanah [60] 10 : 


… Dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya … 

 f. Isim maushul (kata ganti penghubung), misalnya kata al-ladzina dalam QS. An-Nisa [4]: 10 

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzolim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala.” (QS An Nisa : 10) 

3. Macam-macam 'Am Lafadz ‘am apabila dilihat dari segi penggunaanya dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu : 

a. Lafadz ‘am yang tetap pada keumumannya (al-baqiy ‘ala umumihi), yaitu ‘am yang disertai qarinah yang tidak memungkinkan untuk ditakhshis. Contoh lafadz untuk kategori pertama ini biasanya berkaitan dengan kalimat-kalimat yang menerangkan sunnatullah (hukum ilahi), seperti dalam QS. Hud [11]: 6 berikut ini : 

“Dan tidak ada seekor binatang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang member rizkinya…..”(QS Hud [11]: 6) 

b. Lafadz ‘am tetapi maksudnya khusus (al-am al-muradu bihi al-khushush), yaitu ‘am yang disertai qarinah yang menghilangkan arti umumnya dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘am itu adalah sebagian dari satuannya, seperti dalam QS. At-Taubah [9]: 120 : 

 

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk madinah dan orang-orang arab baduwi yang berdiri di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul.” (At Taubah [9]:120). 

Sepintas dipahami bahwa ayat tersebut menunjukkan ayat umum, yaitu penduduk Madinah dan orang-orang arab disekitarnya, termasuk orang-orang sakit dan lemah. Namun yang dikehendaki dari ayat tersebut bukanlah masyarakat pada umumnya, tetapi hanya masyarakat yang mampu saja yang diwajibkan. 

c. Lafadz ‘am yang dikhusushkan (al-am al-makhshush), yaitu ‘am yang tidak disertai qarinah, baik itu qarinah yang tidak memungkinkan untuk ditakhshish, maupun qarinah yang menghilangkan keumumannya. Lafadz ‘am ini menunjukkan keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan, seperti dalam QS. AlBaqarah [2]: 228 berikut ini: 

  

 “Wanita-wanita yang dithalaq, hendaklah menahan diri (menunggu)sampai tiga kali suci…..”(QS Al Baqarah :228) 

4. Men-takhsis yang Umum 

Lafazh 'Am itu terbagi atas dua macam, yaitu 'Am yang dapat dimasuki takhshiah dan 'Am yang tidak dimasuki takhshiah. Karena itu harus ada dalil yang menunjukkan bahwa ia benar-benar di-takhsis. Golongan hanafi berpendapat bahwa yang bisa mentaksis 'Am adalah lafazh yang berdiri sendiri bersama dalam suatu zaman Serta mempunyai kekuatan yang sama dilihat dari segi qath'i/ zhanny-nya. Sebagaimana contoh adalah firman Allah: 

 

“.…dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina”. (Qs.An- Nisa [4]:24) 

Lafadz 'Am ini telah ditakhsis dengan sabda Nabi Muhammad SAW: 

“Seorang wanita tidak bisa dikawini bibi dari Ayahnya/bibi dari lbunya. َ Dan tidak pula dengan keponakan dari saudaranya/keponakan dari saudaranya. Sebab jika kamu berbuat itu berarti kamu telah memutuskan keluargamu”. 

Hadits ini tergolong hadis masyhur, yang dalam konteks ini ia sebagai contoh yang mentakhsis keumuman lafadz Al-Quran yang qath'i. 

Syarat-Syarat yang mentakhsis yang 'Am ada 3 yaitu : a)  harus berdiri sendiri b) harus bersamaan dalam satu masa c) harus sama derajatnya dengan 'Am, apakah zanny atau qath’i. 

Adapun contoh 'Am yang ditakhsis dalam firman Allah tentang waris : 

Ayat ini memakal lafaz- lafazh 'Am, di-takhsis dengan dalil lafazh yang  berdiri sendiri dan bersamaan dalam masa yaitu sabda Nabi SAW: 

“si pembunuh itu lidak berhak mendapatkan harta warisan” 

Dan ditaksis lagi dengan sabda Nabi SAW : 

"orang yang berlainan agama tidak berhak sedikitpun memperoleh harta warisan" 

Meskipun para ulama fiqih berbeda pendapat tentang banyaknya takhsis serta kekuatanya, namun mereka sepakat dalam menetapakan bahwa takhsis bukan berarti mengeluarkan sebagian satuan yang 'Am (umum) setelah berada didalamnya dari segi hukum.


Selasa, 09 Februari 2021

MENGHINDARI AKHLAK TERCELA

3 AKHLAK TERCELA
APA SAJA ITU????

A. Isrāf

Sumber Gambar: https://images.app.goo.gl/F2pAaUk9xJ9SuJyh6

1. Pengertian

Berlebih-lebihanan, dalam Bahasa Arab disebut dengan kata : “Asrafa – Yusrifu – Israafan” yang berarti bersuka ria sampai melewati batas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melampaui batas (berlebihan) diartikan; “melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan aturan (nilai) tertentu yang berlaku. Secara istilah melampaui batas (berlebihan) dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang di luar kewajaran atau kepatutan. Isrāf juga dapat berarti  menggunakan harta untuk sesuatu yang benar namun melebihi batas yang dibenarkan, misalnya makan atau minum secara berlebihan.

2. Dasar Larangan

 

 Artinya:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31) 

Sikap dan perilaku berlebihan merupakan salah satu penyakit ruhani yang sangat merugikan diri manusia itu sendiri. Nabi bersabda; 

Artinya:

“Makan dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa bersikap berlebihan dan sombong.”  (HR. An-Nasa’i)  Al-Qur’an maupun hadiś di atas menjelaskan secara tegas larangan makan dan minum, berpakaian dan bersedekah secara berlebihan. Sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul, di dalamnya pasti ada madharatnya bagi manusia. Oleh karena itu Islam menganjurkan hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.   

3. Contoh Perilaku Isrāf    

a. Isrāf dalam makan dan minum, misalnya mengkonsumsi makanan melebihi nutrisi yang dibutuhkan  tubuh. Termasuk dalam kategori ini adalah bermewah-mewahan dalam makan dan minum.

b. Isrāf dalam berpakaian, misalnya memakai pakaian dengan mode pakaian yang justru tidak sesuai dengan syari’at, misalnya terlalu panjang atau terlalu kecil. 

c. Isrāf dalam penggunaan air, misalnya mencuci pakaian dengan menggunakan air yang berlebihan atau membiarkan kran air terbuka sehingga air terbuang percuma.

 d. Isrāf dalam penggunaan  listrik, misalnya tidak mematikan lampu setelah selesai dipakai, tidak mematikan kipas angin setelah tidak dipakai, dsb.

e. Israf dalam penggunaan alat komunikasi, misalnya mengobrol dengan ponsel berlama-lama, main game online dan sejenisnya sehingga melupakan waktu istirahat, waktu belajar dan waktu ibadah.

f. Isrāf dalam ibadah, misalnya melaksanakan salat lail semalam suntuk sehingga ketiduran dan tidak melaksanakan salat subuh.

g. Berlebih-lebihan dalam segala perbuatan mubah sehingga mengalahkan yang sunnah dan yang wajib   

4. Dampak Sikap Isrāf   

Perilaku isrāf merupakan salah satu perwujudan  dari sikap ingkar terhadap  nikmat Allah. Betapa tidak, Allah memberikan rezeki yang berupa harta, usia, kesempatan, dll. agar dipergunakan sesuai dengan manfaatnya dan dalam takaran yang wajar, tidak boleh berlebih-lebihan. Apabila melampaui manfaatnya dan takaran yang wajar, maka akan memunculkan ketidakseimbangan pada individu yang bersangkutan maupun lingkungan. Misalnya orang yang diberi kecukupan rezeki. Maka rezeki yang dimilikinya tersebut harus digunakan sesuai dengan kebutuhan yang ada, bukan didasarkan kepada faktor kesenangan sehingga memicu perbuatan berlebih-lebihan. Yang paling mudah memahami permasalahan ini adalah dengan mencontohkan bagaimana seharusnya mengkonsumsi makanan.

Kebutuhan asupan gizi dan nutrisi dalam tubuh manusia itu sudah ada takarannya. Apabila asupan gizi dan nutrisi tersebut sudah terpenuhi sesuai dengan takarannya maka sebenarnya sudah cukup. Jika manusia mengkonsumsi makanan yang melebihi kebutuhan gizi dan nutrisi tubuhnya maka akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit.  Perilaku isrāf juga dapat memunculkan kecemburuan sosial yang dapat memicu kerawanan sosial. Sebagaimana diketahui bahwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat, ada yang miskin, ada yang kaya, dsb. Apabila di lingkungan tersebut, ada prilaku dari si kaya yang berlebih-lebihan, maka akan membuat sakit hati bagi si miskin. 

Dari situ akan muncul sikap cemburu sosial. Kecemburuan sosial ini, apabila tidak segera diatasi maka akan memunculkan kerawanan sosial yang berupa disintegrasi sosial yang ditandai dengan renggangnya hubungan antar anggota masyarakat. Kerenggangan hubungan sosial ini dapat memicu terjadinya konflik. Untuk itu hidup sederhana dan peduli terhadap lingkungan sangatlah penting. Dalam kasus yang lain, Isrāf dapat menimbulkan  perilaku rakus. Dari perilaku rakus ini akan memicu perilaku buruk lainnya, yaitu menghalalkan segala cara untuk  memenuhi kerakusannya itu. Perilaku menghalalkan segala cara ini akan menimbulkan permasalahan sosial yaitu hilangnya kepedulian sosial. Orang akan acuh-tak acuh atau tidak mempedulikan terhadap keadaan lingkungan sosial di mana dia hidup. Apabila harta yang dimilikinya habis, maka orang yang terbiasa berlebihlebihan akan melakukan apapun, tidak mempedulikan norma-norma sosial, hukum, dan agama, yang terpenting adalah mendapatkan harta untuk memenuhi kesenangannya. 

5. Upaya Menghindari Sikap Isrāf   

Rasulullah melarang umatnya berpuasa terus-menerus, melarang salat di sebagian  besar waktu malam kecuali pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, melarang membujang bagi yang mampu menikah, atau melarang orang yang meninggalkan makan daging.  Islam mengajarkan sifat kebersahajaan (iffah), setiap muslim dilarang mengikuti ajakan nafsu atau panggilan syahwat. Nafsu harus dikendalikan, sederhanalah dan tundukkan nafsu dengan akal sehat. Sebagian  besar keburukan itu disebabkan oleh tidak mampunya seseorang dalam mengendalikan nafsunya. Janganlah ataupun melampaui batas. Orang yang memiliki sikap sederhana maka tidak akan melakukan sesuatu yang melebihi kewajaran, karena akan merendahkan diri sendiri baik di hadapan Allah atau sesama manusia. 

Kehidupan setiap muslim tidak terlepas dari interaksi dengan sesama. Islam   mengajarkan sikap sepadan (musawah). Ajaran ini memiliki tujuan untuk menciptakan rasa kesejajaran, persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Sikap sepadan akan menempatkan  manusia pada posisi yang sejajar, sehingga akan menyadarkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik. Sikap ini akan menjadi jalan baru bagi sesama manusia untuk melakukan kebajikan yang sesuai dengan ketentuan dan bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Sesungguhnya sikap bersahaja dan sepadan akan dapat mengendalikan setiap muslim dari sikap melampaui batas (Isrāf). Firman Allah:  

Artinya :

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqan [25]: 67)

B. Tabżīr

C. Bakhil 

Minggu, 07 Februari 2021

JADIKAN ISLAM WASHATIYAH SEBAGAI RAHMATAL LIL ALAMIIN

 APA ITU ISLAM WASHATIYAH?

APA ITU RADIKALISME?

https://images.app.goo.gl/wnaqShmWHH6pXsscA

A. Islam Washatiyah 

1. Menelaah Makna dan Dalil Islam Washatiyah 

Secara bahasa, kata washatiyah berasal dari kata wasatha  yang berarti adil atau sesuatu yang berada di pertengahan. Ibnu ’Asyur mendefinisikan kata ”wasath” dengan dua makna. Pertama, definisi menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ukurannya sebanding.  Kedua, definisi menurut terminologi bahasa, makna wasatha adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.

Islam Washatiyah adalah yakni Islam tengah diantara dua titik ekstrem yang saling berlawanan, yaitu antara taqshir (meremehkan) dan ghuluw (berlebihlebihan) atau antara  liberalisme dan radikalisme.  Islam Washatiyah berarti Islam jalan tengah. Tidak terlibat kekerasan, sampai pembunuhan, terbuka dan berada di atas untuk semua golongan.  Hal ini berdasarkan Sabda Rasul : 

”Pilihlah perkara yang berada diantara dua hal dan sebaik-baik persoalan adalah sikap paling moderat (tengah).”(HR. Baihaqi)    Islam Wasathiyah, selanjutnya dikenal dengan Islam moderat, adalah Islam yang cinta damai, toleran, menerima perubahan demi kemaslahatan, perubahan fatwa karena situasi dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah adil dan bijaksana.  Allah berfiraman dalam Qur’an Surat al-Baqarah ayat 143 : 

Artinya:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (adil) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah [2]: 143). 

Adapun makna ”Ummatan wasathan” pada ayat di atas adalah ummat yang adil dan terpilih. Maksudnya umat Islam ini adalah ummat yang paling sempurna agamanya, paling baik akhlaknya, paling utama amalnya. Wasath atau jalan tengah dalam beragama Islam dapat diklasifikasi ke dalam empat lingkup yaitu: 

1) Wasath dalam persoalan akidah. Dalam persoalan iman kepada yang ghaib, diproyeksikan dalam bentuk keseimbangan pada batas-batas tertentu.  Contohnya sebagai berikut. a) Islam tidak seperti keimanan mistisisme yang cenderung berlebihan dalam mempercayai benda ghaib. b) Akidah Islam menentang dengan tegas sistem keyakinan kaum atheis yang menafikan wujud Tuhan c) Islam memberikan porsi berimbang antara fikir dan dzikir.  Islam memosisikan wahyu sebagai pembimbing nalar, menuju kemaslahatan dunia akhirat melalui syari’ahnya. 

2) Wasath dalam persoalan ibadah. Dalam masalah ibadah menyeimbangkan antara hablum minallah dan hablum minannas. 

3) Wasath dalam persoalan perangai dan budi pekerti. Dalam persoalan perangai dan budi pekerti, Islam memerintahkan manusia untuk bisa menahan dan mengarahkan hawa nafsunya agar tercipta budi pekerti yang luhur (akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari. 4) Wasath dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syari’ah). Selalu tunduk dan patuh pada syari’at Allah dan menjaga keseimbangan tasyri’ dalam Islam yaitu  penentuan halal dan haram yang selalu mengacu pada alasan manfaat-madarat, suci-najis, serta bersih kotor. 

2. Ciri-ciri Islam Washatiyah Islam

Washatiyah tidak bisa hanya disimpulkan dengan satu atau dua kata karena paling sedikit ada 10 prinsip yang dapat disampaikan kepada ummat, yang merupakan prinsip dasar dan ciri-ciri amaliah  keagamaan seorang muslim moderat (wasathiyah) yaitu sebagai  berikut. Pemahaman dan praktik amaliah keagamaan seorang muslim moderat (wasathiyah) memiliki ciri-ciri sebagi berikut. 

1) Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifraath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafriith (mengurangi ajaran agama) 

2) Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.  

3)  I’tidal (lurus dan tegas) yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. 

4) Tasamuh (toleransi)  yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya. 

5) Musawah (persamaan) yaitu tidak bersikap diskriminasi pada yang lain sebab perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang. 

6) Syura (musyawarah)  yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip kemaslahatan di atas segalanya. 

7) Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum dengan tetap berpegang pada prinsip melestarikan tradisi lama yang baik, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih baik. 

8) Aulawiyah (mendahulukan yang peroritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan kepentingan lebih rendah. 

9) Tathawur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) selalu terbuka untuk melakukan perubahaperubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal-hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. 

10) Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integrasi sebagi khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.   

3. Islam Washatiyah sebagai Rahmatan Lil Alamin


https://images.app.goo.gl/zetnYCKAejVax7Uf9

Dewasa ini kita dihadapkan pada munculnya kelompok Islam yang intoleran, eksklusif, mudah mengkafirkan orang, kaku, dan kelompok lain yang gampang menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, bahkan kalau perlu melakukan kekerasan terhadap sesama muslim yang tidak sepaham dengan kelompok lainnya.  Selain itu kita juga dihadapkan pada munculnya komunitas Islam yang cenderung liberal dan pesimis. Kedua kelompok tersebut tergolong kelompok  ekstrem kanan (tatharuf yamin) dan ekstrem kiri (yasar), yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Indonesia bahkan dunia. 

Bagi kita bangsa Indonesia khususnya menolak pemikiran atau paham keagamaan dan ideologi serta gerakan kedua kelompok tersebut, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan pesatuan umat.  Islam wasathiyah sejatinya merupakan ajaran ulama nusantara yang selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam di nusantara.  Namun setelah terjadinya revolusi teknologi informasi, dimana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat, maka mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai masuk dan diajarkan di Indonesia.  Termasuk ajaran keagamaan yang radikal yang bisa membimbing pemeluknya melakukan tindakan teror.  Oleh karena itu merupakan hal yang sangat penting untuk mengembalikan umat Islam kepada ajaran ulama nusantara. Antara lain dengan mengembalikan pada pemahaman  Islam wasathiyah. 

Islam yang rahmatan lil alamin itu adalah Islam wasati, Islam yang moderat, yaitu Islam Washatiyah.”  Islam yang moderat itu dapat dilihat dari cara seseorang berfikir dan bergerak.  Cara berfikir yang moderat adalah tidak terlalu tekstual dan tidak terlalu liberal. ”Tekstual itu kaku  tanpa penafsiran, liberal itu penafsirannya terlalu lebar tanpa batas”.  

Islam rahmatan lil alamin adalah Islam yang dinamis dan tidak kaku tetapi juga tidak memudah-mudahkan masalah. ”tidak galak tetapi juga tidak mencari yang mudah-mudah saja”.  Islam wasathiyah adalah yang bisa menerima NKRI . ”karena Indonesia bukan hanya milik kita, tapi milik kita semua.” Sebagai paham atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok yang intoleran, rigid (kaku), dan mudah mengkafirkan (takfiri), maka amaliyah keagamaan Islam Washatiyah perlu dikembangkan sebagai implementasi Islam (rahmatan lil alamin),  untuk memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.  Sikap moderat adalah bentuk manifestasi ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.  Sikap moderat perlu diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik (khairu ummah).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus menyosialisasikan Islam Wasathiyah yakni Islam yang moderat penuh kasih sayang sebagai upaya dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di masyarakat, mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia. Moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan pada keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan sesama manusia secara keseluruhan, sehingga benar-benar terwujud rahmatan lil alamin. 

 BERSAMBUNG.....!!!!

SEPATAH KATA DARI SISWA YANG MENINGGALKAN SEKOLAH/ MADRASAH

  Foto Penamatan dan Kelulusan Siswa MAN Pinrang Angk. 2020-2021 Bismillahirrahmanirrahiim Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bap...