Sabtu, 10 April 2021

SEPATAH KATA DARI SISWA YANG MENINGGALKAN SEKOLAH/ MADRASAH

 

Foto Penamatan dan Kelulusan Siswa MAN Pinrang Angk. 2020-2021


Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bapak Kakanwil Prov. Sulawesi Selatan yang kami hormati

Bapak Kandep Kab. Pinrang yang kami hormati

Bapak CAMAT Paleteang yang kami hormati

Bapak ketua komite yang kami hormati

Bapak kapolsek Paleteang

Bapak Kepala KUA Kab. Pinrang yang kami hormati

Bapak Kepala Madrasah yang kami Hormati

Bapak dan ibu guru dan staff MAN Pinrang

Bapak dan Ibu, orang tua siswa yang kami hormati, serta

Teman-teman yang kami banggakan dan adik-adik kelas tercinta.

Marilah kita bersyukur terlebih dahulu kepada Allah SWT karena atas berkah dan perlindungan-Nya siang ini kita dapat berkumpul di tempat ini untuk mengadakan perpisahan tahun 2021 walau masih dalam keadaan pandemi Covid-19. Kemudian mari kita senantiasa bersholawat kepada baginda nabi Muhammad SAW., sang pendidik ummat yang mampu merobohkan bangunan ke-jahiliyah-an dan membangun kembali bangunan peradaban Islam yang terang benderang.

Disini kami mewakili seluruh teman-teman kelas XII yang akan meninggalkan Madrasah tercinta ini, untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kesediaan Bapak Kakanwil Prov. Sulawesi Selatan yang kami hormati, bapak Kandep Kab. Pinrang yang kami hormati, bapak CAMAT Paleteang yang kami hormati, bapak ketua komite yang kami hormati, bapak kapolsek Paleteang, Bapak Kepala KUA kab. Pinrang yang kami hormati, segenap pokjawas yang kami hormati, bapak Kepala Madrasah, bapak dan ibu guru dan staff MAN Pinrang, serta orang tua kami untuk menghadiri acara perpisahan yang sangat sederhana ini.

Kemudian pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua kami, yang dengan segenap jiwa raga telah mempertaruhkan hidupnya untuk anak-anaknya. Setiap doa-doa yang keluar dari lisannya, setiap cucuran airmata yang membasahi pipi, serta setiap tetesan keringat yang membasahi raga, takkan mungkin dapat kami bayar walaupun dunia beserta isinya kami berikan kepadanya. Hanya kesuksesan kami di dunia dan akhiratlah yang mereka harapkan sejak dari buian hingga liang lahat.

Secara khusus, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Kepala Sekolah, bapak ibu guru yang telah lama dan lelah mendidik, membimbing, dan melatih serta mengembangkan potensi kami selama tiga tahun di Madrasah ini. Tentu saja kepala Sekolah dan para guru sering mengalami keprihatinan bahkan kekecewaan dan kesedihan karena sikap kami yang nakal, keras kepala, dan brutal tak mau diatur. Namun mereka tetap bersabar, ikhlas, tawakkal, dan tidak kenal lelah untuk mendidik kami, karena para guru tahu bahwa guru sejati adalah guru yang mampu mengubah siswa yang tidak baik menjadi baik, mengubah siswa yang baik menjadi lebih baik daripada mereka.

Kepada teman-teman seperjuangan, kebersamaan kita di Madrasah ini akhirnya kini berada pada puncak perpisahan. Tidak ada yang menyangka akan berakhir begitu cepat, padahal seperti baru kemarin kita berjumpa, berkenalan, belajar bersama, bermain bersama, saling memacu diri untuk berprestasi, dan sempat membuat bapak ataupun ibu guru juga sedih, marah dan kecewa karena ulah kenakalan kita. Terima kasih atas pengalaman yang selama ini kita ukir bersama, baik suka maupun duka. Mari kita jaga erat persaudaraan ini sampai maut memisahkan kita.

Walaupun kami tak sedarah ataupun tak sekandung, namun kami ingin berpesan kepada adik-adik kelas. Semoga setelah kami meninggalkan Madrasah yang kita cintai ini, kalian semakin tekun dan rajin belajar, dapat menjaga nama baik Madrasah dan terus berprestasi mengharumkannya. Contohilah yang baik-baik, dan buanglah yang buruk dari kami. Hormatilah orang tuan dan guru kita, karena tanpa mereka kita bagaikan bui-bui di lautan yang terhempas sang ombak tak berdaya.

Tak lupa pada kesempatan ini pula, kami meminta maaf kepada Kepala Sekolah, bapak dan ibu guru, orangtua, serta adik-adik kami. Jika selama ini telah melakukan banyak kesalahan, baik sengaja maupun tidak disengaja, baik melalui kata-kata tidak menyenangkan hati maupun perbuatan, jadi kami meminta hari ini untuk membuka pintu maaf yang sebesar-besar nya untuk kami.

Kami sadar bahwa perjalanan kami masih sangat panjang, kami akan melewati onak dan duri di perjalanan berikutnya. Maka dari itu, kami memohon pamit, meminta berkah dan ridho dari kepala Madrasah, bapak dan ibu guru serta orangtua atas ilmu yang telah diberikan selama ini, sehingga kami dapat melalui perjalanan ini dengan hati yang lapang, sabar, ikhlas serta selalu mendapat kemudahan dalam menjalaninya. Kami berjanji akan senantiasa berbuat baik kepada siapa saja, dan terus berjuang untuk agama, bangsa dan negara dimana pun kami berada.

Akhir kata, semoga kita semua selalu dalam dilindungi oleh Allah swt,

Wassalamu Alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

SEPATAH KATA DARI SISWA YANG DITINGGALKAN /PERPISAHAN SEKOLAH (MADRASAH)

Foto Penamatan dan Perpisahan Siswa MAN Pinrang Angkatan 2020-2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bapak Kakanwil Prov. Sulawesi Selatan yang kami hormati.

Bapak Kandep Kab. Pinrang yang kami hormati, 

Bapak CAMAT Paleteang yang kami hormati.

Bapak Ketua Komite yang kami hormati.

Bapak Kapolsek Paleteang

Bapak Kepala KUA Kab. Pinrang yang kami hormati

Segenap POKJAWAS yang kami hormati

Bapak Kepala Madrasah, bapak dan ibu guru dan staff MAN Pinrang serta

Bapak dan ibu orang tua siswa yang kami hormati

Serta teman-teman yang kami banggakan dan adik-adik kelas tercinta.

Puja dan puji bersyukur marilah kita panjatkan kepada Allah Swt., karena atas segala rahmat dan nikmat-Nya, kita dapat berkumpul di tempat ini untuk mengadakan perpisahan tahun 2021 walaupun masih dalam keadaan pandemi Covid-19. Kemudian marilah kita senantiasa menghaturkan sholawat serta salam kepada junjungan kita, baginda nabi Muhammad Saw., sang uswah yang menuntun ummatnya dari jalan gelap gulita tanpa arah menuju jalan yang terang-benderang hingga saat ini dapat kita nikmati.

Setiap orang yang sempat mengenyam dunia pendidikan formal, pasti suatu saat akan merasakan kelulusan dan beralih kejenjang berikutnya yang lebih tinggi, meskipun ada sebagian yang putus sekolah karena berbagai sebab, misalnya karena sakit, wafat, hingga faktor ekonomi yang menghambat. Namun meski demikian, bagi yang telah putus sekolah tentu pasti memiliki banyak teman, kenangan, pengalaman, dan kesan yang berharga semasa sekolah dahulu. Seperti yang kita ketahui bahwa perpisahan adalah salah satu momen yang paling mengharuhkan yang mampu membuat semua orang bersedih dan pasti akan terjadi. Pasalnya, setelah perpisahan ini belum tentu kita akan bertemu kembali mengulang masa-masa duka maupun bahagia yang telah dilewati bersama.

Rasanya baru kemarin kakak-kakak sekalian memberi kami orientasi dan pengalaman yang sangat berharga tentang Madrasah. Begitu banyak hal-hal yang telah kalian ajarkan kepada kami yang masih sibuk mencari jatih diri, kalian ajarkan kepada kami bagaimana menghormati, menghargai, bertutur kata yang baik, sopan serta santun, dan itu rasanya baru kemarin. Namun hari ini kami sadar bahwa kita akan berpisah, kalian akan pergi meninggalkan kami semua sebab tugas kalian di Madrasah ini telah selesai. Andai diberi pilihan antara tetap tinggal atau pergi, tentu kami lebih memilih kalian untuk tetap tinggal. Kepergian kalian adalah luka, kehilangan kalian adalah haru, dan tidak melihat kalian lagi di Madrasah ini adalah kesediahan. Namun, ketetapan tetaplah ketetapan dan harus kami relakan.

Selamat jalan kakak-kakakku, doa dan harapan akan kami kirimkan kepada Allah swt., agar kalian senantiasa diberi kemudahan dan kesuksesan dalam menjalani kehidupan yang penuh tipu muslihat ini. Semoga kalian diberi kemudahan dan kesuksesan dalam menapaki tangga-tangga ilmu pengetahuan. Hari ini garis takdir telah berbicara, memisahkan kami dengan kalian semua, selaku orang–orang yang senantiasa sabar dan tabah menghadapi kami yang masih labil dan belia ini. Semoga sukses dan sejahtera di kemudian hari untuk kalian semua. Selamat jalan, selamat berpisah dan selamat berjuang kakak kelas. Terima kasih atas segala hal positif yang kalian curahkan dengan ikhlas kepada kami, akan kami jaga sepenuh hati dan segenap jiwa.

Pagi ini, kuwakilkan segala rasa dan kututurkan semua asa dari kami untuk kalian kakak-kakakku. Tetap jaga sholat 5 waktu, tetap semangat dalam menjalani kehidupan yang penuh laka-liku, jika terjatuh bangkitlah, ingatlah selalu pesan dari bapak dan ibu guru selama di Madrasah kita tercinta dan hujamkanlah dalam hati petuah-petuah dari orang tua ketika kita akan bermaksiat. Sehingga pesan dan petuah itu dapat mencegah kita untuk bermaksiat. Jaga nama baik dan banggakan Madrasah yang kita cintai ini, baktikan hidupmu untuk agama, bangsa, dan negara. Terima kasih atas semuanya dan sampai jumpa dijenjang kesuksesan. Selamat berpisah kakak kelas, maafkanlah kami yang masih belum bisa menjadi seperti apa yang kalian harapkan dan belum sanggup mem balas budi atas kebaikan kalian.

Akhir kata, semoga kita semua selalu dilindungi oleh Allah SWT,

Wassalamu Alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Rabu, 10 Februari 2021

TAFSIR ILMU TAFSIR

AL-'AM

A. AL-'AM

  1. Pengertian ‘Am  

Al-‘Am secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara istilah al-‘Am adalah lafadz yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu. Sementara itu pengertian al-‘am menurut ulama lainnya adalah sebagai berikut : 

a. Menurut Al Ghazali (w. 478 H) al-‘Am adalah suatu lafadz yang dari suatu segi menunjukkan dua makna atau lebih.  

b. Menurut Jalaludin As-Suyuthi (w. 911 H) lafadz al-’Am adalah lafadz yang mencakup seluruh satuan-satuan yang pantas baginya dan tidak terbatas dalam jumlah tertentu. 

c. Menurut Dr. Subhi Shalih (w. 1986 M) lafadz al-‘Am adalah suatu lafadz yang di dalamnya menunjukkan pengertian umum menurut makna yang sebenarnya, tidak dibatasi oleh jumlah dan tidak pula menunjukkan bilangan tertentu. 

d. Menurut istilah ushul fiqih adalah : 

 

“Lafaz yang mencakup akan semua apa saja masuk padanya dengan satu ketetapan & sekaligus” Dari beberapa pengertian di atas, secara substansial tidak memiliki perbedaan makna. Artinya, suatu lafadz bisa dikatakan ‘am apabila kandungan maknanya tidak memberikan batasan pada jumlah yang tertentu.  Contoh lafaz al-’Am seperti lafaz "laki-laki" (لَجا ِِّالر ) dalam lafaz tersebut mencakup semua laki-laki atau lafaz "manusia" (الناس) itu mencakaup semua manusia 

2. Karkteristik Lafadz Al-‘Am

Berdasarkan hasil penelitian para ulama terhadap kata-kata dan susunan kalimat bahasa arab yang terkandung di dalam Al-Qur’an, lafadz-lafadz yang menunjukkan lafadz umum adalah sebagai berikut :

a. Lafadz kullu ( )ك ل dan jami’ ( )جميع . Seperti dalam QS. At Thur [52]: 21, 

 

 “.…..tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan.  

b. Sighat jama’ yang disertai alif dan lam (ال) di awalnya, seperti lafadz al walidat dalam QS. Al Baqarah [2]: 233. 


“Para ibu (hendaknya) menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya” . (QS Al Baqarah [2] : 233) 

c. Kata benda tunggal yang di-ma’rifah-kan dengan alif lam (ال), seperti lafadz al-insan dalam QS. Al-‘Asr [103]: 2. 

 

“Sesungguhnya manusia dalam kerugian.” (QS. Al-Asr : 2) d. Isim syarat (kata benda untuk mensyaratkan), seperti kata man (من) dalam QS. An-Nisa’  [4]: 92 

 

…..dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tidak disengaja )hendaklah( ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya )si terbunuh itu(, kecuali jika mereka )keluarga terbunuh( bersedekah…….(QS. An-Nisa’ [4]: 92) 

e. Isim nakiroh (indefinite noun) yang di-nafi-kan, seperti kata ( )لجناح dalam QS. Al-Mumtahanah [60] 10 : 


… Dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya … 

 f. Isim maushul (kata ganti penghubung), misalnya kata al-ladzina dalam QS. An-Nisa [4]: 10 

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara dzolim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perut dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala.” (QS An Nisa : 10) 

3. Macam-macam 'Am Lafadz ‘am apabila dilihat dari segi penggunaanya dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu : 

a. Lafadz ‘am yang tetap pada keumumannya (al-baqiy ‘ala umumihi), yaitu ‘am yang disertai qarinah yang tidak memungkinkan untuk ditakhshis. Contoh lafadz untuk kategori pertama ini biasanya berkaitan dengan kalimat-kalimat yang menerangkan sunnatullah (hukum ilahi), seperti dalam QS. Hud [11]: 6 berikut ini : 

“Dan tidak ada seekor binatang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang member rizkinya…..”(QS Hud [11]: 6) 

b. Lafadz ‘am tetapi maksudnya khusus (al-am al-muradu bihi al-khushush), yaitu ‘am yang disertai qarinah yang menghilangkan arti umumnya dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘am itu adalah sebagian dari satuannya, seperti dalam QS. At-Taubah [9]: 120 : 

 

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk madinah dan orang-orang arab baduwi yang berdiri di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul.” (At Taubah [9]:120). 

Sepintas dipahami bahwa ayat tersebut menunjukkan ayat umum, yaitu penduduk Madinah dan orang-orang arab disekitarnya, termasuk orang-orang sakit dan lemah. Namun yang dikehendaki dari ayat tersebut bukanlah masyarakat pada umumnya, tetapi hanya masyarakat yang mampu saja yang diwajibkan. 

c. Lafadz ‘am yang dikhusushkan (al-am al-makhshush), yaitu ‘am yang tidak disertai qarinah, baik itu qarinah yang tidak memungkinkan untuk ditakhshish, maupun qarinah yang menghilangkan keumumannya. Lafadz ‘am ini menunjukkan keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan, seperti dalam QS. AlBaqarah [2]: 228 berikut ini: 

  

 “Wanita-wanita yang dithalaq, hendaklah menahan diri (menunggu)sampai tiga kali suci…..”(QS Al Baqarah :228) 

4. Men-takhsis yang Umum 

Lafazh 'Am itu terbagi atas dua macam, yaitu 'Am yang dapat dimasuki takhshiah dan 'Am yang tidak dimasuki takhshiah. Karena itu harus ada dalil yang menunjukkan bahwa ia benar-benar di-takhsis. Golongan hanafi berpendapat bahwa yang bisa mentaksis 'Am adalah lafazh yang berdiri sendiri bersama dalam suatu zaman Serta mempunyai kekuatan yang sama dilihat dari segi qath'i/ zhanny-nya. Sebagaimana contoh adalah firman Allah: 

 

“.…dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina”. (Qs.An- Nisa [4]:24) 

Lafadz 'Am ini telah ditakhsis dengan sabda Nabi Muhammad SAW: 

“Seorang wanita tidak bisa dikawini bibi dari Ayahnya/bibi dari lbunya. َ Dan tidak pula dengan keponakan dari saudaranya/keponakan dari saudaranya. Sebab jika kamu berbuat itu berarti kamu telah memutuskan keluargamu”. 

Hadits ini tergolong hadis masyhur, yang dalam konteks ini ia sebagai contoh yang mentakhsis keumuman lafadz Al-Quran yang qath'i. 

Syarat-Syarat yang mentakhsis yang 'Am ada 3 yaitu : a)  harus berdiri sendiri b) harus bersamaan dalam satu masa c) harus sama derajatnya dengan 'Am, apakah zanny atau qath’i. 

Adapun contoh 'Am yang ditakhsis dalam firman Allah tentang waris : 

Ayat ini memakal lafaz- lafazh 'Am, di-takhsis dengan dalil lafazh yang  berdiri sendiri dan bersamaan dalam masa yaitu sabda Nabi SAW: 

“si pembunuh itu lidak berhak mendapatkan harta warisan” 

Dan ditaksis lagi dengan sabda Nabi SAW : 

"orang yang berlainan agama tidak berhak sedikitpun memperoleh harta warisan" 

Meskipun para ulama fiqih berbeda pendapat tentang banyaknya takhsis serta kekuatanya, namun mereka sepakat dalam menetapakan bahwa takhsis bukan berarti mengeluarkan sebagian satuan yang 'Am (umum) setelah berada didalamnya dari segi hukum.


Selasa, 09 Februari 2021

MENGHINDARI AKHLAK TERCELA

3 AKHLAK TERCELA
APA SAJA ITU????

A. Isrāf

Sumber Gambar: https://images.app.goo.gl/F2pAaUk9xJ9SuJyh6

1. Pengertian

Berlebih-lebihanan, dalam Bahasa Arab disebut dengan kata : “Asrafa – Yusrifu – Israafan” yang berarti bersuka ria sampai melewati batas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melampaui batas (berlebihan) diartikan; “melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan aturan (nilai) tertentu yang berlaku. Secara istilah melampaui batas (berlebihan) dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan seseorang di luar kewajaran atau kepatutan. Isrāf juga dapat berarti  menggunakan harta untuk sesuatu yang benar namun melebihi batas yang dibenarkan, misalnya makan atau minum secara berlebihan.

2. Dasar Larangan

 

 Artinya:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31) 

Sikap dan perilaku berlebihan merupakan salah satu penyakit ruhani yang sangat merugikan diri manusia itu sendiri. Nabi bersabda; 

Artinya:

“Makan dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa bersikap berlebihan dan sombong.”  (HR. An-Nasa’i)  Al-Qur’an maupun hadiś di atas menjelaskan secara tegas larangan makan dan minum, berpakaian dan bersedekah secara berlebihan. Sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul, di dalamnya pasti ada madharatnya bagi manusia. Oleh karena itu Islam menganjurkan hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.   

3. Contoh Perilaku Isrāf    

a. Isrāf dalam makan dan minum, misalnya mengkonsumsi makanan melebihi nutrisi yang dibutuhkan  tubuh. Termasuk dalam kategori ini adalah bermewah-mewahan dalam makan dan minum.

b. Isrāf dalam berpakaian, misalnya memakai pakaian dengan mode pakaian yang justru tidak sesuai dengan syari’at, misalnya terlalu panjang atau terlalu kecil. 

c. Isrāf dalam penggunaan air, misalnya mencuci pakaian dengan menggunakan air yang berlebihan atau membiarkan kran air terbuka sehingga air terbuang percuma.

 d. Isrāf dalam penggunaan  listrik, misalnya tidak mematikan lampu setelah selesai dipakai, tidak mematikan kipas angin setelah tidak dipakai, dsb.

e. Israf dalam penggunaan alat komunikasi, misalnya mengobrol dengan ponsel berlama-lama, main game online dan sejenisnya sehingga melupakan waktu istirahat, waktu belajar dan waktu ibadah.

f. Isrāf dalam ibadah, misalnya melaksanakan salat lail semalam suntuk sehingga ketiduran dan tidak melaksanakan salat subuh.

g. Berlebih-lebihan dalam segala perbuatan mubah sehingga mengalahkan yang sunnah dan yang wajib   

4. Dampak Sikap Isrāf   

Perilaku isrāf merupakan salah satu perwujudan  dari sikap ingkar terhadap  nikmat Allah. Betapa tidak, Allah memberikan rezeki yang berupa harta, usia, kesempatan, dll. agar dipergunakan sesuai dengan manfaatnya dan dalam takaran yang wajar, tidak boleh berlebih-lebihan. Apabila melampaui manfaatnya dan takaran yang wajar, maka akan memunculkan ketidakseimbangan pada individu yang bersangkutan maupun lingkungan. Misalnya orang yang diberi kecukupan rezeki. Maka rezeki yang dimilikinya tersebut harus digunakan sesuai dengan kebutuhan yang ada, bukan didasarkan kepada faktor kesenangan sehingga memicu perbuatan berlebih-lebihan. Yang paling mudah memahami permasalahan ini adalah dengan mencontohkan bagaimana seharusnya mengkonsumsi makanan.

Kebutuhan asupan gizi dan nutrisi dalam tubuh manusia itu sudah ada takarannya. Apabila asupan gizi dan nutrisi tersebut sudah terpenuhi sesuai dengan takarannya maka sebenarnya sudah cukup. Jika manusia mengkonsumsi makanan yang melebihi kebutuhan gizi dan nutrisi tubuhnya maka akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit.  Perilaku isrāf juga dapat memunculkan kecemburuan sosial yang dapat memicu kerawanan sosial. Sebagaimana diketahui bahwa di tengah-tengah kehidupan masyarakat, ada yang miskin, ada yang kaya, dsb. Apabila di lingkungan tersebut, ada prilaku dari si kaya yang berlebih-lebihan, maka akan membuat sakit hati bagi si miskin. 

Dari situ akan muncul sikap cemburu sosial. Kecemburuan sosial ini, apabila tidak segera diatasi maka akan memunculkan kerawanan sosial yang berupa disintegrasi sosial yang ditandai dengan renggangnya hubungan antar anggota masyarakat. Kerenggangan hubungan sosial ini dapat memicu terjadinya konflik. Untuk itu hidup sederhana dan peduli terhadap lingkungan sangatlah penting. Dalam kasus yang lain, Isrāf dapat menimbulkan  perilaku rakus. Dari perilaku rakus ini akan memicu perilaku buruk lainnya, yaitu menghalalkan segala cara untuk  memenuhi kerakusannya itu. Perilaku menghalalkan segala cara ini akan menimbulkan permasalahan sosial yaitu hilangnya kepedulian sosial. Orang akan acuh-tak acuh atau tidak mempedulikan terhadap keadaan lingkungan sosial di mana dia hidup. Apabila harta yang dimilikinya habis, maka orang yang terbiasa berlebihlebihan akan melakukan apapun, tidak mempedulikan norma-norma sosial, hukum, dan agama, yang terpenting adalah mendapatkan harta untuk memenuhi kesenangannya. 

5. Upaya Menghindari Sikap Isrāf   

Rasulullah melarang umatnya berpuasa terus-menerus, melarang salat di sebagian  besar waktu malam kecuali pada sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, melarang membujang bagi yang mampu menikah, atau melarang orang yang meninggalkan makan daging.  Islam mengajarkan sifat kebersahajaan (iffah), setiap muslim dilarang mengikuti ajakan nafsu atau panggilan syahwat. Nafsu harus dikendalikan, sederhanalah dan tundukkan nafsu dengan akal sehat. Sebagian  besar keburukan itu disebabkan oleh tidak mampunya seseorang dalam mengendalikan nafsunya. Janganlah ataupun melampaui batas. Orang yang memiliki sikap sederhana maka tidak akan melakukan sesuatu yang melebihi kewajaran, karena akan merendahkan diri sendiri baik di hadapan Allah atau sesama manusia. 

Kehidupan setiap muslim tidak terlepas dari interaksi dengan sesama. Islam   mengajarkan sikap sepadan (musawah). Ajaran ini memiliki tujuan untuk menciptakan rasa kesejajaran, persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Sikap sepadan akan menempatkan  manusia pada posisi yang sejajar, sehingga akan menyadarkan setiap orang untuk memberikan yang terbaik. Sikap ini akan menjadi jalan baru bagi sesama manusia untuk melakukan kebajikan yang sesuai dengan ketentuan dan bermanfaat bagi kemaslahatan bersama. Sesungguhnya sikap bersahaja dan sepadan akan dapat mengendalikan setiap muslim dari sikap melampaui batas (Isrāf). Firman Allah:  

Artinya :

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al-Furqan [25]: 67)

B. Tabżīr

C. Bakhil 

Minggu, 07 Februari 2021

JADIKAN ISLAM WASHATIYAH SEBAGAI RAHMATAL LIL ALAMIIN

 APA ITU ISLAM WASHATIYAH?

APA ITU RADIKALISME?

https://images.app.goo.gl/wnaqShmWHH6pXsscA

A. Islam Washatiyah 

1. Menelaah Makna dan Dalil Islam Washatiyah 

Secara bahasa, kata washatiyah berasal dari kata wasatha  yang berarti adil atau sesuatu yang berada di pertengahan. Ibnu ’Asyur mendefinisikan kata ”wasath” dengan dua makna. Pertama, definisi menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ukurannya sebanding.  Kedua, definisi menurut terminologi bahasa, makna wasatha adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.

Islam Washatiyah adalah yakni Islam tengah diantara dua titik ekstrem yang saling berlawanan, yaitu antara taqshir (meremehkan) dan ghuluw (berlebihlebihan) atau antara  liberalisme dan radikalisme.  Islam Washatiyah berarti Islam jalan tengah. Tidak terlibat kekerasan, sampai pembunuhan, terbuka dan berada di atas untuk semua golongan.  Hal ini berdasarkan Sabda Rasul : 

”Pilihlah perkara yang berada diantara dua hal dan sebaik-baik persoalan adalah sikap paling moderat (tengah).”(HR. Baihaqi)    Islam Wasathiyah, selanjutnya dikenal dengan Islam moderat, adalah Islam yang cinta damai, toleran, menerima perubahan demi kemaslahatan, perubahan fatwa karena situasi dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah adil dan bijaksana.  Allah berfiraman dalam Qur’an Surat al-Baqarah ayat 143 : 

Artinya:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (adil) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah [2]: 143). 

Adapun makna ”Ummatan wasathan” pada ayat di atas adalah ummat yang adil dan terpilih. Maksudnya umat Islam ini adalah ummat yang paling sempurna agamanya, paling baik akhlaknya, paling utama amalnya. Wasath atau jalan tengah dalam beragama Islam dapat diklasifikasi ke dalam empat lingkup yaitu: 

1) Wasath dalam persoalan akidah. Dalam persoalan iman kepada yang ghaib, diproyeksikan dalam bentuk keseimbangan pada batas-batas tertentu.  Contohnya sebagai berikut. a) Islam tidak seperti keimanan mistisisme yang cenderung berlebihan dalam mempercayai benda ghaib. b) Akidah Islam menentang dengan tegas sistem keyakinan kaum atheis yang menafikan wujud Tuhan c) Islam memberikan porsi berimbang antara fikir dan dzikir.  Islam memosisikan wahyu sebagai pembimbing nalar, menuju kemaslahatan dunia akhirat melalui syari’ahnya. 

2) Wasath dalam persoalan ibadah. Dalam masalah ibadah menyeimbangkan antara hablum minallah dan hablum minannas. 

3) Wasath dalam persoalan perangai dan budi pekerti. Dalam persoalan perangai dan budi pekerti, Islam memerintahkan manusia untuk bisa menahan dan mengarahkan hawa nafsunya agar tercipta budi pekerti yang luhur (akhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari. 4) Wasath dalam persoalan tasyri’ (pembentukan syari’ah). Selalu tunduk dan patuh pada syari’at Allah dan menjaga keseimbangan tasyri’ dalam Islam yaitu  penentuan halal dan haram yang selalu mengacu pada alasan manfaat-madarat, suci-najis, serta bersih kotor. 

2. Ciri-ciri Islam Washatiyah Islam

Washatiyah tidak bisa hanya disimpulkan dengan satu atau dua kata karena paling sedikit ada 10 prinsip yang dapat disampaikan kepada ummat, yang merupakan prinsip dasar dan ciri-ciri amaliah  keagamaan seorang muslim moderat (wasathiyah) yaitu sebagai  berikut. Pemahaman dan praktik amaliah keagamaan seorang muslim moderat (wasathiyah) memiliki ciri-ciri sebagi berikut. 

1) Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifraath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafriith (mengurangi ajaran agama) 

2) Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.  

3)  I’tidal (lurus dan tegas) yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. 

4) Tasamuh (toleransi)  yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya. 

5) Musawah (persamaan) yaitu tidak bersikap diskriminasi pada yang lain sebab perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang. 

6) Syura (musyawarah)  yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip kemaslahatan di atas segalanya. 

7) Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum dengan tetap berpegang pada prinsip melestarikan tradisi lama yang baik, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih baik. 

8) Aulawiyah (mendahulukan yang peroritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan kepentingan lebih rendah. 

9) Tathawur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) selalu terbuka untuk melakukan perubahaperubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal-hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia. 

10) Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integrasi sebagi khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.   

3. Islam Washatiyah sebagai Rahmatan Lil Alamin


https://images.app.goo.gl/zetnYCKAejVax7Uf9

Dewasa ini kita dihadapkan pada munculnya kelompok Islam yang intoleran, eksklusif, mudah mengkafirkan orang, kaku, dan kelompok lain yang gampang menyatakan permusuhan dan melakukan konflik, bahkan kalau perlu melakukan kekerasan terhadap sesama muslim yang tidak sepaham dengan kelompok lainnya.  Selain itu kita juga dihadapkan pada munculnya komunitas Islam yang cenderung liberal dan pesimis. Kedua kelompok tersebut tergolong kelompok  ekstrem kanan (tatharuf yamin) dan ekstrem kiri (yasar), yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam di Indonesia bahkan dunia. 

Bagi kita bangsa Indonesia khususnya menolak pemikiran atau paham keagamaan dan ideologi serta gerakan kedua kelompok tersebut, karena tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dianut dan dibangun bangsa Indonesia, yaitu mewujudkan pesatuan umat.  Islam wasathiyah sejatinya merupakan ajaran ulama nusantara yang selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam di nusantara.  Namun setelah terjadinya revolusi teknologi informasi, dimana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat, maka mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai masuk dan diajarkan di Indonesia.  Termasuk ajaran keagamaan yang radikal yang bisa membimbing pemeluknya melakukan tindakan teror.  Oleh karena itu merupakan hal yang sangat penting untuk mengembalikan umat Islam kepada ajaran ulama nusantara. Antara lain dengan mengembalikan pada pemahaman  Islam wasathiyah. 

Islam yang rahmatan lil alamin itu adalah Islam wasati, Islam yang moderat, yaitu Islam Washatiyah.”  Islam yang moderat itu dapat dilihat dari cara seseorang berfikir dan bergerak.  Cara berfikir yang moderat adalah tidak terlalu tekstual dan tidak terlalu liberal. ”Tekstual itu kaku  tanpa penafsiran, liberal itu penafsirannya terlalu lebar tanpa batas”.  

Islam rahmatan lil alamin adalah Islam yang dinamis dan tidak kaku tetapi juga tidak memudah-mudahkan masalah. ”tidak galak tetapi juga tidak mencari yang mudah-mudah saja”.  Islam wasathiyah adalah yang bisa menerima NKRI . ”karena Indonesia bukan hanya milik kita, tapi milik kita semua.” Sebagai paham atas berkembangnya paham dan gerakan kelompok yang intoleran, rigid (kaku), dan mudah mengkafirkan (takfiri), maka amaliyah keagamaan Islam Washatiyah perlu dikembangkan sebagai implementasi Islam (rahmatan lil alamin),  untuk memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dalam kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan.  Sikap moderat adalah bentuk manifestasi ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.  Sikap moderat perlu diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik (khairu ummah).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus menyosialisasikan Islam Wasathiyah yakni Islam yang moderat penuh kasih sayang sebagai upaya dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di masyarakat, mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia. Moderasi beragama sebagai solusi, agar dapat menjadi kunci penting untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang rukun, harmoni, damai, serta menekankan pada keseimbangan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan sesama manusia secara keseluruhan, sehingga benar-benar terwujud rahmatan lil alamin. 

 BERSAMBUNG.....!!!!

Rabu, 20 Januari 2021

ILMU TAFSIR

 MUHKAM DAN MUTASYĀBIH

DALAM AYAT-AYAT AL-QUR'AN 


1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam secara lughawy berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan batil. 

Seluruh ayat al-Qur’an bersifat muhkam.Allah melukiskannya sebagai: 

Artinya: “Kitab yang ayat-ayatnya diperjelas, terbebaskan dari kesalahan dan serta tersusun rapi tanpa cacat” (QS. Hud [11]: 1) 

Allah juga memperkenalkan al-Qur’an sebagai melukiskannya sebagai

Artinya: “Kitab yang Mutasyābih” (QS. Az-Zumar [39]:23) 

Kata mutasyābih (متشابه) terambil dari akar kata asy-Syabbah (الشبة) yang bermakna serupa (tapi tak sama). Yang dimaksud oleh ayat Az-Zumar di atas adalah ayat-ayat al-Qur’an serupa dalam keindahan dan ketepatan susunan redaksinya serta kebenaran informasinya.  

Di tempat lain, Allah berfirman


“Dialah yang menurunkan kepadamu (wahai Nabi Muhammad) al-Kitab; ada di antara ayat-ayat-Nya yang Muhkamat dan ada juga selain itu yang Mutasyābihat” (QS. Ali Imran [3]: 7) 

Yang dimaksud dengan mutasyābih pada ayat Ali Imran ini adalah “samar”. Ini adalah pengembangan dari makna keserupaan di atas. Memang keserupaan dua hal atau lebih, dapat menimbulkan kesamaran dalam membedakannya masing-masing.  

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan muhkam, antara lain: 

1) Ayat yang diketahui maksudnya, baik karena kejelasan redaksinya sendiri, maupun melalui ta’wīl penafsiran. 2) Ayat yang tidak dapat menerima kecuali satu penafsiran. 3) Ayat yang kandungannya tidak mungkin dibatalkan (mansukh). 4) Ayat yang jelas maknanya dan tidak membutuhkan penjelasan dari luar dirinya, atau ayat yang tidak disentuh oleh sedikitpun kemusykilan. 

Mutasyābih juga diperselisihkan definisinya, antara lain: 

1) Ayat-ayat yang hanya Allah yang tahu kapan terjadi apa yang diinformasikannya, seperti kapan tibanya Hari Kiamat, atau hadirnya dabbat (QS. An-Naml [27]: 82). 

2) Ayat yang tidak dapat dipahami kecuali mengaitkannya dengan penjelasan.   

3) Ayat yang mengandung banyak kemungkinan makna. 

4) Ayat yang mansukh yang tidak diamalkan karena batal hukumnya. 

5) Apa yang diperintahkan untuk diimani, lalu menyerahkan maknanya kepada Allah. 

6) Qaṣaṣul Qur’an, yaitu kisah-kisah dalam al-Qur’an. 

7) Fawatihus Suwar, yaitu huruf-huruf alfabetis yang terdapat pada awal-awal surat.  

Definisi-definisi di atas mengandung kelemahan-kelemahan, sehingga pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa muhkam adalah yang jelas maknanya, sedang yang mutasyābih adalah yang samar. 

2. Sebab-sebab Timbulnya Kesamaran   

Para ulama mengembalikan sebab-sebab timbulnya kesamaran pada tiga hal pokok: 

1) Kesamaran pada lafadz/kata yang digunakan ayat, seperti firman Allah yang menginformasikan sikap Nabi Ibrahim as. Terhadap patung-patung sembahan kaumnya. Firman Allah pada QS. Ash-Shaffat [37]: 93. 


“lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat).” 

Kata yamin tidak jelas maksudnya, apakah dalam arti tangan kanan atau  sumpah, sehingga ayat tersebut dapat dipahami dalam arti Nabi Ibrahim as. : pergi dengan cepat dan sembunyi-sembunyi menuju patung-patung itu, lalu memukulnya dengan tangan kanannya, atau memukulnya dengan keras, atau memukulnya disebabkan oleh sumpah yang pernah diucapkannya bahwa dia akan merusak berhala-berhala itu. 

2) Kesamaran  pada maknanya, seperti uraian al-Qur’an tentang sifat-sifat Allah, misalnya: “Tangan Tuhan di atas tangan mereka” (QS. al- Fath [48]: 10). 

Atau seperti akan datangnya dabbat (دابة) yang akan “berbicara” menjelang Hari Kiamat (QS An-Naml [27]: 82) 

3) Kesamaran pada lafadz dan maknanya, seperti firman Allah : “Dan bukanlah sebuah kebajikan memasuki rumah dari belakangnya” (QS. AlBaqarah [2]: 189).

Penggalan ayat ini dapat dinilai mutasyābih, karena redaksinya yang sangat singkat. Di samping itu maknanya tidak jelas sehingga diperlukan pengetahuan menyangkut adat istiadat masyarakat Arab Jahiliyah/awal masa Islam, menyangkut cara mereka masuk rumah. 

3. Macam-Macam Mutasyābihat dalam Al-Qur’an 

M. Abdul ‘Adzim Al-Zarqany (w. 1948 M) membagi ayat-ayat mutasyābihat menjadi tiga macam: 

a. Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal gaib lainnya. Allah berfirman Q.S. Al-An’am [6]: 59)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” 

b. Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyābihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya. Allah berfirman Q.S. An-Nisa’[4]: 3 


“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.”  

Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasanya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asal berbunyi : 

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.”  

c. Ayat-ayat mutasyābihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas: “Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil” 

4. Pandangan Ulama tentang Muhkam dan Mutasyābih 

Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyābihat yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah. Contohnya Surah QS.Ar-Rahman ayat 27:

Artinya: “Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” 

Atau dalam QS. Taha [20]: 5 Allah berfirman: 

Artinya: (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas 'Arsy. 

Dalam hal ini Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua mazhab: 

a. Madzhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani sifat-sifat Mutasyābih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula madzhab Mufawwidah atau Tafwid. Ketika Imam Malik ditanya tentang makna istiwa`, dia berkata: 

Artinya: Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul), mempertanyakannya bid’ah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya. Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa’ jelas diketahui oleh setiap orang. akan tetapi, pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada tasyabbuh (penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena itu, bagaimana cara istiwa’ di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya, mempertanyakannya untuk mengetahui maksud yang sebenarnya menurut syari’at dipandang bid’ah (mengada-ada). 

Kesahihan mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qira’at Ibnu Abbas. 


“Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-orang yang mendalam ilmunya, ”kami mempercayai”. 

b. Madzhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan Dzat Allah, karena itu mereka disebut pula Muawwilah atau Madzhab Takwil. Mereka memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan. Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di suatu tempat, “sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat “mata” dengan pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dan “diri” dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat mutasyābihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf. 

Alasan mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyābihat, menurut mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah memalingkan lafal dari keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk melakukannya. 

Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga mengemukakan dalil naqli berupa atsar sahabat, salah satunya adalah hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi: 

“Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya”. Berkata Ibnu Abbas: “saya adalah di antara orang yang mengetahui takwilnya.” (HR. Ibnu al-Mundzir) 

Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu Daqiq alId mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika ta’wīl itu jauh maka kita tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik bagi-Nya. 

Sejalan dengan ini, para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf dikatakan lebih aman karena tidak dikhawatirkan jatuh ke dalam penafsiran dan penakwilan yang menurut Tuhan salah. Mazhab khalaf dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan pendapatnya dengan argumen aql

5. Hikmah Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyābih

Setidaknya ada tiga hikmah yang dapat kita ambil dari persoalan Muhkam dan Mutasyābih tersebut, hikmah-hikmah itu adalah: 

a.   Andai kata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat Muhkamat, niscaya akan sirnalah ujian keimanan dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas. 

b.   Seandainya seluruh ayat Al-Qur’an Mutasyābihat, niscaya akan  lenyaplah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia. Orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan. 

“Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fussilat [41]: 42) 

c.   Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat  mutasyābihat, menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga mereka akan terhindar dari taqlid, bersedia membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir. 


SUMBER:

M. Taufikurohman, Ilmu Tafsir Kelas XI MA Peminatan Keagamaan,   (Cet. I; Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah  Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2020)

Senin, 18 Januari 2021

KISAH-KISAH DALAM AL-QUR'AN

QASANUL QUR'AN

              Sumber Gambar : https://majalahnabawi.com/kisah-perseteruan-iblis-dan-manusia/

A. Definisi Qasanul Qur'an

Kata Qoṣoṣ berasal dari kata bahasa Arab  Bentuk jamak dari kata Qisṣah Yang berarti mengulang kembali masa lalu

Manna’ Khalil al-Qattan “qashashtu atsarahu” berarti menelusuri jejak. Sedangkan Qiṣaṣ menurut Muhammad Ismail Ibhrahim berarti hikayat berarti cerita. Kata al-qashash adalah bentuk masdar seperti dalam QS. Al-Kahfi [18]: 64 disebutkan:
Artinya: “lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”. 

Secara etimologi, al- Qoṣoṣ mempunyai arti urusan (al-amr), berita (al-khabar), perbuatan (al-sya’an), dan keadaan (al-hal). Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-Qasaṣ diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya). 

Adapun yang dimaksud dengan Qoṣoṣul Qur’an, sebagaimana dijelaskan Manna’ul Qaththan adalah: 
Qaṣaṣ Al-Qur’an adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang ihwal umat terdahulu, nubuwat (kenabian), kejadian faktual yang terjadi pada umat pada negeri-negeri terdahulu yang diceritakan melalui surah dalam Al-Qur’an.” 

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pada kisah-kisah yang dimuat dalam Al-Qur’an semuanya cerita yang benar-benar terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti tuduhan sebagian orientalis bahwa Al-Qur’an ada yang tidak cocok dengan fakta sejarah.

B. Pembagian Qasasul Qur’an
1. Ditinjau dari Segi Waktu
a. Kisah hal-hal gaib pada masa lalu. Kejadian-kejadian gaib yang sudah tidak bisa ditangkap Panca indra yang terjadi di masa lampau. Contohnya:
1). Kisah tentang dialog malaikat dengan Tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi. Hal ini diceritakan QS. Al-Baqarah [2]: 30;
Artinya: “ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

2). Kisah tentang penciptaan alam semesta, seperti yang terdapat dalam QS. Al-Furqan [25]: 59;
Artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.

3. Kisah tentang penciptaan Nabi Adam dan kehidupannya ketika di Surga, dalam QS. Al-A’raf [7]: 11;
Artinya: “(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik dari pada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”

4). Kisah nabi Nuh, nabi Musa, dan kisah Maryam seperti yang diterangkan dalam QS. Al-Imran [3]: 44; 
Artinya: “Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan pena7 (mereka untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam, dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar.”
 
2. Kisah-kisah gaib yang masih berlangsung hingga masa kini.
Kisah yang menerangkan hal gaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan menyingkap rahasia orang munafik. Contoh:
a. Kisah tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadr, diceritakan dalam QS. Al-Qadar [97]: 1-5;
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

b. Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis. Diceritakan dalam QS. Al-A’raf [7]: 13-14; 
Artinya: “Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.” Iblis men­jawab, "Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan.”

3. Kisah hal-hal gaib pada masa yang akan datang.
Kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya Al-Qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Seperti kisah kemenangan kerajaan Bizantium atas kerajaan Persia yang terjadi 7 tahun setelah Al-Qur’an diturunkan. Kisah ini diabadikan dalam QS. Ar-Rum [30]: 1-4;
Artinya: "Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi).” 

2. Ditinjau dari Materi
Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an menceritakan tentang:

a. Kisah tentang perjalanan dakwah para rasul, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang, serta pengikut mereka. Contoh kisah para nabi dan rasul yang 25, seperti kisah nabi Ibrahim dan mukjizatnya pada QS. Al-Anbiya’ [21]: 69;
Artinya: “Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”

b. Kisah kesalehan orang-orang yang belum diketahui status kenabiannya agar diteladani dan kisah tokoh-tokoh durjana masa lalu agar dijauhi dan tidak diikuti. Contoh kisah tentang Luqman dalam QS. Luqman [31]: 12-13; 
Artinya: “Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha 
Terpuji.”
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Saw. seperti kisah tentang kekalahan umat Islam pada perang Uhud dalam QS. Ali Imran [3]: 165;
Artinya: “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

3. Ditinjau dari Segi Pelaku
Jika ditinjau dari segi pelakunya, maka kisah-kisah dalam Al-Qur’an dibagi menjadi beberapa macam:
1. Kisah tentang manusia, yaitu kisah yang pelakunya adalah mansuia. Seperti kisah yang menceritakan tentang para nabi dan rasul, kisah Ali ‘Imran, kisah Sayyidah Maryam, kisah Fi’aun, kisah Qarun dan sebagainya. Dalam QS. Al- Qoṣoṣ [28]: 38 Al-Qur’an menceritakan kedurhakaan Fir’aun dengan mangaku dirinya sebagai tuhan;

Artinya: “Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta

2. Kisah tentang malaikat, yaitu kisah yang pelakunya malaikat. Seperti QS. Hud [11]: 69-70, yang mengisahkan bahwa malaikat datang kepada nabi Ibrahim dan nabi Luth dengan menjelma sebagai seorang tamu;

Artinya: “Dan para utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan, "Selamat." Dia (Ibrahim) menjawab, "Selamat (atas kamu)." Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang (69) Maka ketika dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, dia (Ibrahim) mencurigai mereka, dan merasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, "Jangan takut, sesungguhnya kami diutus kepada kaum Lut (70)

3. Kisah yang digambarkan oleh jin. Seperti kisah jin Ifrit yang disebutkan dalam QS. An-Naml [27]: 39-40;

Artinya: “Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin berkata, "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya” )٣٩( “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihatsinggasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata, "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Maha Mulia” (40)

4. Binatang, yaitu kisah yang pelakunya adalah binatang. Contoh dalam QS. An-Naml [27]: 18-19 Al-Qur’an menceritakan tentang burung yang terdapat pada zaman nabi Sulaiman;

Artinya: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari (18) maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”(19) 
 
4. Ditinjau dari Segi Panjang Pendeknya
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an dilihat dari panjang pendeknya terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Kisah Panjang. Contohnya kisah Nabi Yusuf as. dalam surat Yusuf yang hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf as., sejak masa kanak-kanak sampai dewasa dan memiliki kekuasaan.
2. Kisah yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek (tengah-tengah antara kisah panjang dan kisash pendek), seperti kisah Maryam dalam surah Maryam, kisah Ashabul Kahfi dalam surah al-Kahfi, kisah Nabi Adam as. dalam surat Al Baqarah dan surat Thaha.
3. Kisah Pendek, kisah yang diceritakan dalam jumlah yang tidak lebihh dari sepuluh ayat. Seperti kisah Nabi Hud as. dan Nabi Luth as. dalam surat Al-A’raf 
 
5. Ditinjau dari Jenisnya
Dilihat dari jenisnya, kisah-kisah dalam Al-Qur’an terbagi menjadi beberapa bagian sebagai beriktu:
a. Kisah tentang sejarah
Kisah yang berkisar tentang kisah-kisah sejarah, seperti sejarah para nabi dan rasul sebagaimana disebutkan di atas. 
b. Kisah Perumpamaan
Perumpamaan ini merupakan metode Al-Qur’an untuk memperjelas suatu makna tertentu. Seperti Allah mengumpamakan keimanan (tauhid) dengan pohon yang senantiasa menghasilkan buah yang baik, sebagaimana dalam QS. Ibrahim [14]: 24-25; 

Artinya:“tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit (24) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (25) 


BERSAMBUNG............................ 

C. Faedah Qaṣaṣul Al-Qur’an 

Setelah Ananda memahami tentang pengertian dan pembagian Qoṣoṣul Qur’an beserta contoh ayatnya, selanjutnya Ananda diharapkan mampu memahami faedah dari Qoṣoṣul Qur’an. Di antara faedah Qaṣaṣul Qur’an adalah sebagai berikut: 

1. Dapat memahami metode dakwah yang dilakukan para nabi dan rasul dalam mengajak umatnya untuk mentauhidkan Allah Swt. Seperti metode berdakwah nabi Musa dan nabi Harun terhadap Fir’aun dan kaumnya. Kisah ini dijelaskan dalam QS. Thaha [20]: 42-44;  

Artinya: “Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku (42) Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas (430; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut”(44)  
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.  
3. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak peninggalannya. 
4. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi. 
5. Menyibak kebohongan para ahli kitab dengan hujjah (dalil atau dasar pemikiran) yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang mereka sebelum kitab itu diubahnya.

D. Hikmah Pengulangan Kisah dalam Al-Quran
Di dalam kitab suci Al-Qur’an banyak sekali kisah-kisah yang disebutkan berulangulang. Hanya saja pengulangan kisah-kisah Itu dalam bentuk yang berbeda-beda. Hal tersebut mengandung hikmah yang di antaranya: 
a. Menjelaskan ketinggian mutu sastra balaghah Al-Qur’an, terbukti bisa mengungkapkan kisah sampai beberapa kali tetapi dalam ungkapan yang berlainan sehingga tidak membosankan bahkan mengasyikkan pendengarnya. 
b. Membuktikan ketinggian mu’jizat Al-Qur’an, yakni bisa menjelaskan satu makna (satu kisah) dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam-macam. 
c. Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah-kisah Al-Qur’an sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang sampai beberapa kali agar dapat lebih meresap terpatri dalam hati sanubari. d. Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap kali pengulangan penyebutan kisah AlQur’an itu, sehingga menunjukkan banyaknya tujuan penyebutan kisah sebanyak pengulangannya 
 
E. Karakteristik Kisah dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an merupakan kisah ilahiah, yaitu sumber kisah-kisah dalam Al-Qur’an berasal dari Allah Swt. Karena itu, kebenaran setiap kisah-kisah Al-Qur’an besifat mutlak dan tidak dapat diragukan lagi. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an memiliki karakter yang khas yang membedakannya dari kisah-kisah yang dibuat manusia. Di antarnya karakter kisah-kisah Al-Qur’an sebagai berikut: 
a. Kisah dalam Al-Qur’an disampaikan dengan gaya bahasa yang indah dan sederhana, sehingga mudah dipahami oleh para pembacanya dari semua kalangan.
b. Materi kisah dalam Al-Qur’an bersifat universal, sesuai dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dari masa ke masa.
c. Kebenarannya dapat dibuktikan secara filosofis dan ilmiah melalui bukti-bukti sejarah. d. Banyak kisah yang disampaikan melalui dialog yang dinamis dan rasional sehingga dapat merangsang imajinasi pembaca. 
 
6. Tujuan Qaṣaṣul Qur’an
Setiap muslim mengimani bahwa Allah Swt. Maha Suci dari perbuatan sia-sia. Dalam menurunkan ayat Al-Qur’an yang memuat kisah-kisah tentu Allah Swt. memiliki maksud dan tujuan yang dikehendakiNya. Di antara tujuan adanya kisah-kisah dalam AlQur’an dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
a. Untuk menetapkan kebenaran bahwa Rasulullah Saw. menerima wahyu dari Allah Swt. Adanya kisah-kisah dalam Al-Qur’an, khususnya kisah-kisah ghaib yang tak dapat dijangkau akal manusia justru menguatkan kebenaran apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw. bersumber dari Tuhannya. Selain itu, keadaan nabi Muhammad Saw. sebagai rasul yang ummi dapat dijadikan hujjah untuk melemahkan tuduhan orang-orang kafir bahwa Al-Qur’an hasil imajinasi nabi Muhammad Saw. yang diilhami oleh para tukang sihir. 
b. Untuk dijadikan pelajaran bagi manusia. Ada dua aspek yang terkandung dalam kisahkisah Al-Qur’an: pertama, tentang kekuasaan dan kebesaran Allah Swt., kedua, menjelaskan bahwa dakwah para nabi dan rasul mengarah pada substansi yang sama, yaitu mentauhidkan Allah Swt. 
c. Meneguhkan jiwa nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah kepada umatnya. Dengan dikisahkan kepadanya tentang pengingkaran dan kedurhakaan umat-umat masa silam, maka jiwa nabi Muhammad Saw. menjadi lebih kuat sebab cobaan yang dihadapi pernah terjadi pada nabi dan rasul terdahulu. 
d. Memberikan pendidikan akhlak dan pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam Al-Qur’an terdapat banyak kisah-kisah teladan yang dapat dicontoh dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. 
 
SELESAI......




SEPATAH KATA DARI SISWA YANG MENINGGALKAN SEKOLAH/ MADRASAH

  Foto Penamatan dan Kelulusan Siswa MAN Pinrang Angk. 2020-2021 Bismillahirrahmanirrahiim Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Bap...